Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/10/2016, 07:31 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


CIREBON, KOMPAS.com –
Cirebon dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) punya cerita panjang, sepanjang jaringan gas yang sudah terbentang di wilayah ini. Cerita itu mulai dari sejarah, kelompok pengguna, dan potensi pengembangannya.

“Kalau ada tanda seperti ini, artinya di sini sudah ada atau masuk jalur pipa gas bumi dan bisa diberdayakan,” ujar Yuli Priyanto, Seksi Penjualan dan Pelayanan PGN Area Cirebon bagian rumah tangga, Senin (17/10/2016).

Yuli, biasa ia disapa, berujar sambil menunjuk sebuah kotak semen berbentuk kubus di sisi jalan area Perumahan Permata Harjamukti Tahap III Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, Cirebon, Jawa Barat.

Tak besar, ukuran kubus tadi kurang lebih selebar telapak tangan orang dewasa dengan tinggi 10 sentimeter. Permukaannya dicat kuning, meski warnanya mulai pudar tergerus waktu dan cuaca. Di semen yang itu tertera “GAS 063 SEKTOR 6”.

Informasi tersebut mengawali paparan panjang Yuli di depan rombongan wartawan yang datang dari Jakarta untuk meliput pemanfaatan gas bumi di area Cirebon, Jawa Barat. Peliputan antara lain mendatangi rumah para pelanggan pengguna gas bumi di wilayah tersebut.

Masyarakat yang sudah menggunakan gas bumi mendapatkan sumber energi itu melalui jaringan pipa. Laiknya jaringan air, pipa gas terpasang sampai ke rumah warga, lengkap pula dengan keran pembuka atau penutup.

Dari keran-keran itulah tersambung selang yang terhubung ke kompor. Begitu keran sudah terbuka, kompor tinggal dinyalakan seperti halnya saat menggunakan gas dari sumber lain, seperti tabung.

“Lebih mudah dan sederhana,” ujar Yuni Resdiyanti, salah seorang pelanggan jaringan gas PGN yang ditemui di rumahnya, Senin.

Yuni pun berbagi cerita tentang manfaat yang langsung dirasa setelah berlangganan jaringan gas ini. Menurut dia, per bulan rumah tangganya hanya mengeluarkan biaya Rp 25.000 untuk pemanfaatan gas.

Padahal, lanjut Yuni, saat sebelumnya menggunakan gas dari sumber lain, per bulan dia bisa menghabiskan tak kurang dari Rp 90.000 per bulan.

“Sudah begitu (pakai jaringan gas ini juga) lebih aman. Enggak takut bocor,” tambahnya.

Yuni bercerita, sejak berlangganan pada 2014, tak pernah sekali pun terjadi kebocoran gas di rumahnya.

“Dulu awalnya sempat was-was karena saluran pipa melewati kamar, tetapi ternyata tidak pernah ada apa-apa,” ujar Yuni


Perasaan aman semakin menguat karena secara berkala ada petugas leak survey—tim pemeriksa jaringan gas dari risiko kebocoran dan kerusakan—PGN yang berkeliling.

(Baca juga: Dari Dikira Cari Pokemon sampai Dikejar Anjing, Lika-liku Profesi Ini...)

Yuni tak sendirian berlangganan gas di sini. Setidaknya di area RT 05 Kelurahan Kalijaga itu, sebagian besar tetangganya sudah pula berlangganan jaringan gas yang sama.

“Dari 127 kepala keluarga di RT 05 ini, kurang lebih hanya 10 persen yang tidak berlangganan. Itu pun karena rumahnya tidak ditempati,” ujar Bambang Rianto, ketua RT setempat.

Menurut Bambang, keamanan merupakan alasan sebagian besar warganya memutuskan berlangganan jaringan gas PGN ini.

“Petugas leak survey selalu datang (patroli) sebulan sekali. Pasti aman. Lagi pula kalau ada kebocoran atau gangguan lain, kami bisa menghubungi PGN kapan saja dan petugas akan datang,” lanjutnya.

Bila ada kejanggalan saat ada petugas leak survey berkeliling, masyarakat tak segan bertanya.

“Mereka biasanya bertanya atau menyampaikan keluhan. Tugas kami sosialisasikan tentang cara penggunaan dan cara kerjanya,” ujar Tito Prasetyo, salah satu tim leak survey yang ditemui di kawasan itu.

Itu pun, kata Tito, tak ada permintaan yang aneh-aneh. “Paling hanya minta membenarkan pengaturan besar-kecil keluaran gas,” sebut dia memberikan contoh.

Tak cuma rumah tangga

Kehadiran jaringan gas bumi di kompleks perumahan Harjamukti dan sekitarnya bermula pada 2010, yaitu dari bergulirnya program dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) .

Program tersebut membidik 4.000 keluarga di 11 sektor perumahan ini untuk beraliih menggunakan jaringan gas bumi. Pemasangan jaringan gas itu tak dipungut biaya sepeser pun.

Namun, dalam prosesnya kehadiran jaringan tersebut baru mulai bisa dimanfaatkan warga pada 2014, setelah pengelolaannya diserahkan ke PGN.

Selain pemanfaatan untuk rumah tangga, layanan gas dari PGN juga menjangkau kelompok pengguna komersial dan bahkan industri.


“Pada dasarnya PGN ada di Cirebon sejak 1974, yaitu ketika ditemukannya ladang gas bumi di lepas pantai Laut Jawa,” ujar Sales Area Head PGN Cirebon Ade Sutisna, Senin.

Bahkan, ujar Ade, Cirebon bisa disebut sebagai salah satu cikal bakal kiprah PGN di Indonesia.

Pasokan gas bumi untuk Cirebon, lanjut Ade, berasal dari Rendengan dan Sunyaragi. Total jaringan pipa untuk melayani seluruh pelanggan area ini mencapai 402 kilometer.

“Total pelanggan di Cirebon saat ini 19.265. jumlah itu terbagi dalam, 18.976 pengguna rumah tangga, 191 pelanggan komersial, 66 pelanggan industri manufaktur dan pembangkit, serta 32 pelanggan industri jasa komersial,” tutur Ade.

Pada hari pertama peliputan dan berlanjut pada Selasa (18/10/2016), giliran sejumlah pelanggan non-rumah tangga yang disambangi. Pada Senin, rombongan wartawan sempat singgah di rumah makan Warung Nasi Jamblang Bu Nur, pelanggan PGN dari segmen komersial.

Lalu, pada Selasa, giliran CV Sumberjaya Kapur di Bongas dan PT Genteng Teracotta Industri di Jatiwangi, Majalengka, disambangi. Kedua usaha tersebut merupakan pelanggan PGN di Cirebon, dari segmen industri.

(Baca juga: Sejumput Cerita dari Balik Debu dan Bara di Majalengka)

Kompas.com merangkum dari semua wawancara dengan pelanggan, harga yang relatif lebih murah dibandingkan sumber energi lain merupakan pertimbangan mereka menggunakan gas bumi dari PGN.

“Dulu saat pakai gas tabung, pengeluaran untuk memasak bisa berkisar Rp 15 juta sampai Rp 20 juta per bulan. Sekarang hanya Rp 7 juta sampa Rp 8 juta saja per bulan,” tutur Nur Wahid, perempuan pemilik warung makan Nas Jamblang Bu Nur, Senin.

Alasan berikutnya, terutama datang dari pelanggan kelompok industri, adalah tuntutan kualitas yang terpenuhi dengan penggunaan gas bumi. Juga, penggunaan energi ini cenderung lebih bersih dibandingkan sumber energi lain.

“Kalau pakai bahan bakar lain, hasil bakaran (batu) kapur tidak akan sebersih (saat dibakar memakai) gas. Selain itu pemakaian (bahan bakar) selain gas akan menimbulkan polusi udara,” ungkap salah satu pengelola CV Sumberjaya Kapur, Iwan Nirwana, kepada Kompas.com, Selasa.


Accounting and Marketing PT Genteng Teracotta Industri Agus Nugraha, juga menegaskan soal kualitas produk yang diolah menggunakan gas bumi dan masalah lingkungan tersebut.

“Pemakaian bahan bakar selain gas bisa membuat genteng hasil produksi bercorak hitam. Tidak bersih. Sudah begitu, asapnya pasti jadi polusi,” tutur Agus, Selasa.  

Fokus dan pengembangan

Saat ini, fokus distribusi gas bumi di Cirebon adalah rumah tangga. Menurut Ade, hingga akhir 2016 ditargetkan ada tambahan 506 pelanggan baru dari segmen ini. Meski begitu, pelanggan segmen industri juga terus tumbuh.

“Ada 340 pelanggan baru yang sudah terealisasi. Kalau untuk industri akan ada penambahan 14 pelanggan baru,” sebut Ade.

Agar target tercapai dan layanan terus tumbuh, PGN pun memperluas infrastruktur pipa gas. Pada tahun ini, perluasan layanan area Cirebon sudah merambah wilayah industri Kanci-Brebes.

“Ada penambahan 5 kilometer jaringan pipa yang sudah bisa dioperasikan pada November (2016),” ujar Ade, sembari menyebutkan pengembangan infrastruktur itu dimulai pada Julil 2016.

Menurut Ade, saat ini dua dari 14 pelanggan industri baru sudah mulai mendapatkan layanan gas bumi, yaitu garmen serta pengolahan plastik menjadi toren penampung air dan tutup galon.

“Yang lain akan menyusul saat proyek Kanci-Brebes selesai pada November. Beberapa adalah industri makanan, yaitu pabrik soun. Mereka beralih dari bahan bakar minyak dan kayu bakar ke pemakaian gas bumi,” lanjut Ade.

Menurut Ade, potensi pertumbuhan pemanfaatan gas bumi di sektor industri tak terlepas dari rencana pembangunan Bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka. “Para pengembang kawasan industri mulai melirik ke kawasan ini,” kata Ade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com