Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/10/2016, 22:24 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


SIDOARJO, KOMPAS.com -
Sejak Juni 2016, perjalanan di sepanjang jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa menuju Gresik, Jawa Timur, ada tumpukan pipa beserta pemandangan dan suara alat-alat berat.

Hanya pada jam sibuk lalu lintas—jam keberangkatan dan pulang kerja—keriuhan itu sejenak berhenti. Di luar jam itu, tak kenal pagi, siang, atau malam, pemandangan yang sama kembali terlihat, berikut arus lalu lintas yang harus turut melambat karenanya kembali terjadi.

"Ini sebagian kecil bagian pembangunan proyek Gresik-Lamongan-Tuban (GLT)," ujar Widi Pancana, Senior Specialist Construction Integrated Team Jawa bagian Timur PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, saat ditemui Kompas.com di lokasi pekerjaan, Senin (22/8/2016).

Betul, proyek tersebut adalah penggalian dan pemasangan jaringan pipa gas alam PGN. Perusahaan itu masih gencar mengejar target panjang jaringan gas, demi memastikan aliran gas alam bisa mengalir lebih jauh dibandingkan sekarang.

Kompas.com berkesempatan mampir ke lokasi pemasangan jaringan ini, melihat langsung tantangan di lapangan. Debu tebal, jadi penyambut pertama kedatangan Kompas.com di lokasi tersebut. 


Sejumlah pedagang dan usaha di area pembangunan pun tak luput dari selimut debu itu.

“Karena kami tahu akan mengganggu, sebelum memulai pekerjaan kami sudah meminta izin dan melakukan sosialisasi terlebih dahulu,” tutur Widi.

Dari proses sosialisasi, Widi punya sejumput cerita. Menurut dia, masyarakat yang ditemui di sosialisasi rata-rata menyebutkan ketakutan dengan risiko keberadaan jaringan gas di sekitar mereka.

“Pertanyaan paling banyak (karena pembangunan berada dekat dengan permukiman warga) adalah bahaya atau tidak ya lalu selama proses pengerjaan, (lalu mereka) dapat apa. Lainnya, mereka tanya harus bagaimana kalau ada apa-apa,” tutur Widi.


Proses sosialisasi, kata Widi, dilakukan satu bulan sebelum pengerjaan proyek dimulai. Pertanyaan-pertanyaan yang tadi, akan dijawab dengan penjelasan dan edukasi pengenalan gas bumi sekaligus.

“Cakupan edukasi sampai pada bagaimana posisi, peran, dan tugas PGN. Biasanya kami menjelaskan bahwa (proyek) ini adalah penugasan dari pemerintah,” tuturnya.

Selesai sosialisasi, belum tentu proses pembangunan jaringan gas bumi akan bebas dari hambatan. Saat pengerjaan, ada-ada saja hambatannya.

Disamperin preman lah, atau tiba-tiba masih ada warga yang komplain. Namun itu biasa, di mana saja (kami) akan menemui kendala seperti itu,” katanya.

Untuk menghindari kemungkinan tersebut, PGN juga kerap mengajak masyarakat terlibat langsung.

“Kalau ada proses pengerjaan begini, (kami) sekalian menyerap tenaga kerja (dari warga) sekitar. Biasanya helper yang kami pekerjakan itu orang-orang sini,” imbuhnya.


Terkadang, komplain juga datang karena imbas dari debu yang berterbangan ke rumah-rumah warga, juga suara dari alat-alat berat yang digunakan.

Kompas.com pun sempat berbincang dengan Muhammad Habibi (36), salah satu pemilik usaha kecil yang berlokasi berada di sekitar kawasan pekerjaan jaringan PGN. Dia mengaku pendapatannya berkurang selama ada pembangunan proyek tersebut.


“Biasanya (jalanan) jadi macet panjang. Lalu orang tidak akan tahan dengan debunya. Sudah begitu, sejak ada galian itu pula, listrik sering mati atau putus. Gak bisa apa-apa (kalau sudah begitu). Bengkel ditutup saja,” ujar dia yang ditemui Kompas.com, pada hari yang sama.

Habibi berharap proyek itu cepat rampung agar jalur itu bisa dilewati dengan normal. Harapannya, pelanggannya pun berdatangan lagi. 

“Kalau sudah normal, mudah-mudahan rezeki kembali lancar,” harapnya.

Hal sama juga dirasakan Didi (25), pedagang buah di area yang sama. Namun, kata Didi, keberadaan pekerjaan PGN itu tak selamanya merugikan.


“Kadang sepi sekali karena banyak debu dan orang enggak mau beli. Akan tetapi kalau macet suka ada saja yang mampir tidak sengaja beli,” ujar Didi.

Lagi pula, imbuh Didi, pemilik usaha seperti dirinya di sekitar lokasi pekerjaan tersebut juga mendapat sejumlah nominal untuk "kerugian" yang mungkin dialami selama proyek berlangsung.

Adapun terkait imbas pekerjaan ke arus lalu lintas, kata Widi, jeda penghentian pekerjaan pada jam sibuk merupakan solusinya.

Proyek GLT

Proyek yang sempat disinggahi Kompas.com ini ditargetkan selesai pada akhir 2016. “Ini pembangunan lanjutan setelah pemasangan pipa Mojokerto-Jombang sepanjang 27 kilometer selesai pada Juni 2016,” tutur Widi.

Proyek ini, lanjut dia, akan memasang pipa sepanjang 11,5 kilometer. Saat dijumpai Kompas.com, pekerjaan sudah menyelesaikan jalur sepanjang 5 kilometer.


Dari data yang didapatkan dari PGN, jalur pipa gas GLT akan memiliki panjang total 141 kilometer. Setelah terpasang, akan ada aliran gas hingga volume 185 MMSCFD yang targetnya siap berfungsi pada Maret 2017.

GLT merupakan bagian dari pengembangan pelanggan pengguna gas alam melalui jaringan PGN di Jawa Timur, sekaligus bagian dari jalur koneksi pipa gas antara Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Sebagai catatan, hingga triwulan I/2016, pelanggan gas bumi PGN di Jawa Timur terdata 454 industri, 212 usaha komersial dan usaha kecil, serta 20.111 pelanggan rumah tangga.

Target hingga 2019

Merujuk siaran pers PGN pada 24 Agustus 2016, perusahaan ini menargetkan tambahan pipa jaringan gas sepanjang 1.685 kilometer untuk pekerjaan selama kurun 2016 sampai 2019.

Bila terealisasi, perusahaan pelat merah ini akan memiliki jaringan pipa gas sepanjang 8.656 kilometer pada 2019.

Sekretaris Perusahaan PGN Heri Yusup mengatakan, masuk dalam rencana pengembangan jaringan tersebut adalah proyek pipa transmisi open access Duri-Dumai-Medan, pipa transmisi open access di Semarang, serta pipa distribusi gas bumi di wilayah existing dan daerah baru lain.


Selain pembangunan pipa transmisi akses terbuka, PGN juga akan membangun pipa WNTS-Pemping sesuai dengan arahan pemerintah. Khusus proyek itu, sebut Heri, biaya berasal dari anggaran perusahaan.

"PGN juga diberi mandat oleh Pemerintah untuk membangun pipa distribusi Batam (Nagoya) WNTS-Pemping, proyek ini juga dibiayai oleh PGN tanpa mengandalkan APBN," ungkap Heri.

Heri menambahkan, selain penambahan infrastruktur gas bumi berupa pipa, PGN juga akan menambah sebanyak 60 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di berbagai daerah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Batam, Lampung, Riau, dan Sumatera Utara.


Selain itu PGN juga berencana membangun sistem Mini-LNG untuk Indonesia bagian tengah dan timur. Dari panjang pipa yang dimiliki sekarang, PGN telah mengelola 78 persen jaringan gas bumi hilir nasional. 

"Dengan (rencana) penambahan panjang pipa tersebut, kemampuan pemanfaatan gas bumi dapat meningkat sebanyak 1.902 juta kaki kubik per hari (MMSCFD)," ungkap Heri.

Hingga semester I/2016, PGN telah memiliki 119.855 pelanggan, dengan 116.400 pelanggan di antaranya berasal dari kelompok rumah tangga. PGN melayani pula 1.900 usaha komersial, serta 1.580 industri berskala besar dan pembangkit listrik.

Pada 2014, PGN juga mendapat mandat mengelola jaringan gas di tiga wilayah, yaitu di Jabodetabek, Kota Cirebon, dan Kabupaten Bogor. Selain itu, sebagai bagian upaya mendorong diversifikasi bahan bakar, PGN telah mengoperasikan pula 7 SPBG, memasok 8 SPBG mitra, dan 5 MRU (SPBG Mobile).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com