Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepentingan Politik di Balik Penolakan Pengembangan Energi Panas Bumi

Kompas.com - 14/11/2016, 06:37 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan energi panas bumi di Indonesia masih sangat minim yakni 4 persen dari potensi yang ada. Padahal, 40 persen potensi energi panas bumi di dunia berada di Indonesia.

Salah satu faktor yang membuat pengembangan energi panas bumi minim yakni kerap adanya penolakan dari masyarakat. Selain masih rendahnya edukasi dan sosialiasi, ada faktor kepentingan politik di balik penolakan tersebut.

"Ada resisteni berbau Pilkada. Ada seperti itu misal satu calon mendukung panas bumi, yang lawanya menolak itu. Ketika itu menolak maka akan ada info yang negatif (soal panas bumi)," ujar Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Yunus Syaefulhak dalam acara diskusi Energi Kita, Jakarta, Minggu (13/11/2016).

Menurut dia, kelakuan pasangan calon kepala daerah membuat masyarakat mendapatkan informasi yang tidak benar seputar pengembangan energi panas bumi. Akhirnya anggapan negatif itu mengendap dan mengakar pada masyarakat sekitar yang daerahnya kaya akan energi panas bumi.

Pakar panas bumi dari Universitas Indonesia Daud Yunus beberapa kali kerap ditolak masyarakat saat menjelaskan tentang pengembangan energi panas bumi. Bahkan menurutnya, ada isu-isu yang tidak masuk akal sengaja dikembangkan misalnya isu penjualan Gunung Ciremai.

Salah satu wilayah yang pernah diberikan penjelasan terkait energi panas bumi yakni di sekitar Gunung Ciremai, Jawa Barat. Namun, masyarakat menolak segala penjelasan itu.

"Ini tergantung ada kaitannya dengan Pilkada atau enggak. Kalau Pilkada itu sudah dijelaskan dengan sangat jelas sampai berbusa-bisa kami contohkan yang di Italia, Amerika, New Zealand lah, ujung-ujungnya 'pokoknya tidak setuju, keluar!'," kata ia.

Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengusulkan agar Presiden Joko Widodo turun langsung menyelesaikan persoalan pengembangan energi panas bumi di daerah. Sebab ada kepentingan politik di balik penolakan tersebut.

Warwan dengan tegas menyebut pengembangan energi panas bumi terhambat lantaran adanya para pemburu rente di daerah. Oleh karena itu pemerintah pusat diminta untuk bertindak tegas sekaligus mengkoordinasikan peran daerah dalam pengembangan energi panas bumi nasional.

(Baca: Geothermal Ditolak, Pendekatan Sosial ke Masyarakat Jadi Solusi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com