Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Mengembalikan Laut Nusantara sebagai Surga Ikan

Kompas.com - 18/11/2016, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Sejak akhir tahun 80-an hingga saat ini, tangkapan ikan laut di seluruh dunia cenderung stagnan, sekitar 90 juta ton per tahun. Bukan karena nelayan membatasi hasil tangkapannya, namun karena ikan yang tersedia di perairan memang hanya sebesar itu.

Ikan-ikan tak bisa berkembang lebih banyak lagi karena sebagian ekosistemnya telah rusak dan tak pernah diberi kesempatan untuk memulihkan diri.

Di sisi lain, konsumsi ikan laut terus meningkat seiring terus bertambahnya jumlah penduduk bumi. Meskipun industri budidaya perikanan terus dikembangkan di berbagai negara, keberadaannya belum benar-benar bisa menggantikan minat orang terhadap ikan laut.

Apalagi, banyak spesies laut primadona seperti tuna, cakalang, beberapa jenis kerapu dan udang laut yang belum bisa dibudidayakan hingga kini.

Globalisasi, infrastruktur logistik,  dan informasi teknologi  yang  terus berkembang makin membuat permintaan ikan laut kian meningkat. Dulu, hanya orang-orang kota yang mengenal tuna, salmon, dan kerapu. Kini, masyarakat desa di berbagai negara juga ingin mencicipi ikan-ikan tersebut.

Permintaan yang terus meningkat tersebut membuat penangkapan ikan di laut kian marak tanpa memperdulikan daya dukung lingkungannya yang terus merosot. Dampaknya, penangkapan berlebihan (overfishing) terjadi di sejumlah kawasan.

Organisasi Pangan Dunia (United Nations Food and Agriculture Organization/FAO) melaporkan perairan yang jenuh (fully fished) dan overfishing pada 2013 telah mencapai 90 persen dari total area penangkapan ikan di muka bumi ini. Angka tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun 1974 yang sekitar 60 persen.

Pada tahun-tahun mendatang, bisa dipastikan ketersediaan ikan laut di sejumlah perairan semakin berkurang. Namun tampaknya itu tidak akan menyurutkan aktivitas perburuan ikan di laut. Kapal-kapal ikan akan terus mencari dan berpindah dari perairan yang telah jenuh ke perairan yang masih berlimpah ikan.

Apalagi, FAO memproyeksikan, konsumsi ikan per kapita per tahun masyarakat dunia akan meningkat dari 15,9 kilogram pada tahun 2000 menjadi 21,8 kg pada tahun 2025.

Dalam kurun waktu tersebut, sejumlah negara seperti China, Australia, Korea Selatan, dan juga negara-negara ASEAN diprediksi mengalami peningkatan konsumsi ikan per kapita yang signifikan. FAO memprediksi, konsumsi ikan per kapita China akan naik dari 24,4 kg menjadi 47,2 kg, sementara Korea Selatan naik dari 48 kg menjadi 64,3 kg.

Dalam beberapa tahun belakangan ini saja, persaingan memperebutkan ikan di laut sudah begitu sengit. Pencurian ikan atau illegal fishing marak terjadi di mana-mana.

Negara-negara yang tak mampu mengawasi dan menjaga lautnya menjadi bulan-bulanan pencurian ikan. Pada dekade terakhir, perairan Indonesia menjadi makanan empuk para pencuri ikan dari negara-negara lain.

Maraknya pencurian ikan oleh kapal-kapal asing ditambah penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan bahkan cenderung merusak alam telah membuat sebagian besar kondisi perairan Indonesia dalam kondisi genting.

Beberapa  Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia masuk kategori merah untuk sejumlah jenis ikan dan biota laut lainnya. Artinya, terjadi overfishing di area-area tersebut.

Di kawasan  Laut Aru, Laut Arafura dan Laut Timur misalnya, terjadi eksploitasi berlebihan terhadap ikan tuna, cakalang, tongkol, kembung, cumi-cumi, udang, lobster, kepiting, dan rajungan.

Kondisi serupa juga terjadi di laut Jawa, sehingga ikan tuna, lobster, dan cumi-cumi makin langka ditemui di perairan tersebut. 

Dengan kondisi demikian, International Union for Conservation of Nature memproyeksikan potensi tangkapan ikan di perairan Indonesia akan anjlok hingga 40 persen pada tahun 2050.

Bahkan, berdasarkan kajian UCSB dan Balitbang Kelautan dan Perikanan, jika eksploitasi berlebihan terus dibiarkan, biomassa ikan di perairan nusantara akan anjlok hingga 81 persen pada tahun 2035.

Sumber : KKP Tingkat eksploitasi sumber daya ikan

Susi

Sebagai pengusaha yang bertahun-tahun berdagang dan mengolah ikan laut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti merasakan betul menurunnya tangkapan ikan di sejumlah perairan Indonesia. Usahanya pun sempat vakum bertahun-tahun akibat pasokan ikan tak lagi memadai.

Susi melihat ada tiga persoalan utama perikanan tangkap di Indonesia yakni pencurian ikan (illegal fishing), penangkapan berlebih (overfishing), dan penangkapan ikan yang merusak alam (destructive fishing).

Karena itu, ketika didapuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan sejak Oktober 2014, tiga persoalan itulah yang coba diatasi Susi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com