Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek “One Belt One Road” China, Apa Untungnya bagi ASEAN?

Kompas.com - 20/11/2016, 12:24 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – China sedang gencar merajut jalur sutera modern antar negara dengan semboyan “One Belt One Road.” Tentu saja, jalur sutera modern ini akan melintasi kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Menurut Senior Economist United Overseas Bank Limited (UOB) Suan Teck Kin, China kini sedang mencari konektivitas dengan seluruh bagian di dunia.

Dengan jalur sutera modern tersebut, China menyusun rute-rute perdagangan baru, menghubungkan kawasan-kawasan yang terdekat dengan negara tersebut. One Belt One Road mencakup lebih dari 60 negara.

Tidak hanya itu, proyek raksasa China ini 60 persen populasi dunia, 40 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global, dan 75 persen sumber daya energi dunia.

“China kini sedang mencari konektivitas dengan seluruh bagian di dunia. Ada enam koridor yang menghubungkan China,” kata Suan pada acara media briefing ASEAN & Belt and Road: Connectivity di Jakarta, Jumat (18/11/2016).

Suan mengatakan, tentu saja China tidak menyusun jalur sutera modern tersebut secara cuma-cuma. Menurut dia, proyek One Belt One Road tersebut merupakan proyek strategis China, di mana Beijing ingin sumber daya dan produk-produk masuk ke China.

“Laut China Selatan kini sedang rapuh dan memanas. Oleh karena itu, mereka ingin mencari alternatif lain,” ujar Suan.

Di kawasan Asia Tenggara, China membangun proyek jalur laut.

Suan menjelaskan, China sudah melakukan pembicaraan dengan Malaysia untuk membangun pelabuhan di Malaka. Selain itu, dalam waktu dekat China akan membujuk Singapura dan bahkan mungkin Indonesia untuk membangun proyek serupa. Sebab, China sudah membangun pelabuhan di Srilanka dan Pakistan.

Untuk mendukung jalinan jalur sutera modern ini, China menyalurkan dananya dengan membentuk berbagai bank pembangunan. Dana tersebut pun disebar ke berbagai negara yang masuk dalam peta jalur tersebut.

“Di Indonesia misalnya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dananya berasal dari China Development Bank (CDB). Proyek itu tidak masuk dalam jalur sutera maritime, tapi masuk ke One Belt One Road juga,” ujar Suan.

Nah, apa dampak One Belt One Road tersebut bagi kawasan Asia Tenggara?

Dampak yang terlihat adalah terdorongnya pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut. Suan menjelaskan, ASEAN masih tertinggal dibandingkan banyak kawasan negara dalam hal cakupan infrastruktur.

Asia Tenggara masih kalah dibandingkan kawasan Amerika Latin dan Asia dalam aspek jalan raya, jalur kereta api, akses telekomunikasi, listrik, dan air bersih.

Asia Tenggara dapat memanfaatkan proyek besar China ini untuk mengembangkan infrastruktur mereka. Semakin meningkatnya perekonomian di kawasan tersebut, maka kebutuhan akan infrastruktur pun akan semakin meningkat pula.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com