Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertani di Kota Bisa Raup Omzet Puluhan Juta Rupiah?

Kompas.com - 22/11/2016, 07:31 WIB
Mikhael Gewati

Penulis


KOMPAS.com
– Anggapan bahwa usaha bercocok tanam hanya bagus dijalankan di daerah atau pedesaan, ternyata tak selamanya benar. Bertani dengan modal lahan sempit di perkotaan terbukti juga dapat menghasilkan, bahkan nilainya jutaan rupiah.

Diah Meidiantie, warga Bekasi, Jawa Barat, adalah salah satu yang sudah membuktikan hal itu. Menanami lahan sempit di sekitar rumahnya, Mei—panggilan sehari-harinya—dapat meraup untung belasan juta rupiah per bulan.

Semua bermula pada 2008, saat dia mendapat izin menggunakan lahan seluas 3.500 meter persegi di lingkungan perumahan Taman Galaxy.

"Dulu, di daerah itu masih banyak lahan tidur, makanya timbul ide untuk bercocok tanam," kisah Mei, seperti dimuat Kontan.co.id, Kamis (28/2/2013).

Mei lalu mengelola tanah itu untuk menanam sayuran organik. Adapun jenis sayuran yang dia tanam, yaitu kangkung, bayam hijau, bayam merah, pokcay, dan caysim.

Agar mendatangkan profit tinggi, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) itu memasarkan langsung hasil kebunnya ke supermarket terdekat. Di situ, sayuran organiknya dihargai Rp 8.000–10.000 per kilogram.

Dalam sepekan Mei bisa memasok sayuran sebanyak tiga kali ke supermarket itu. Dalam satu kali kirim, dia bisa menyediakan setiap 25-60 kilogram sayuran per jenis.

Bukan berarti perjalanan usahanya mulus-mulus saja. Usaha pertanian Mei ini sempat surut pada pertengahan 2010 karena lahan yang bisa dia tanami berkurang. Pengelola perumahan membangun rumah baru di lahan tersebut.

Namun, seperti kata orang, kalau sudah rezeki memang tak akan ke mana. Dia mendapatkan lahan baru seluas 3.000 meter persegi di Ciganjur, Jagakarta, Jakarta Selatan. Hasilnya, panen sayurannya pun bertambah.

KOMPAS.COM/ M Wismabrata Ilustrasi pedagang sayur

Tambahan hasil panen mendorong Mei memperluas pasar sayurannya, tak lagi memasok supermarket saja. Dia pun menjual hasil kebun ke warga sekitar. Omzetnya lalu melejit sampai Rp 14-30 juta per bulan, dengan keuntungan bersih sekitar Rp 7-15 juta.

“(Usaha ini) modalnya pun sangat terjangkau, sekitar Rp 7,5 juta untuk membayar dua karyawan, serta membeli pupuk dan benih,“ ungkap Mei.

Bukti lain datang dari Yogyakarta. Adalah Wijayanto Wiwik, karyawan perusahaan swasta, yang memanfaatkan 900 meter persegi pekarangan rumahnya di Pujokusuman, untuk menyemai bibit tanaman buah.

Bibit tanaman yang dia semai mulai dari kelengkeng, mangga, durian, jambu air, hingga tanaman hasil persilangan tanaman lokal dan luar negeri. Setiap bibit tersebut dia jual dari harga Rp 50.000 sampai Rp 2 juta.

Per bulan, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada tersebut rata-rata mendulang keuntungan bersih Rp 15 juta, setara sekitar 70 persen omzet penjualan 14-20 pohon.

"Berkebun di rumah, selain menghasilkan pemasukan tambahan, juga bisa menjadi obat stres bagi yang sibuk kerja di kota," tutur Wijayanto, seperti ditulis Kontan.co.id, Kamis(28/2/2013).

Pertanian modern di perkotaan

Bagi Anda yang tinggal di perkotaan, kisah sukses Mei dan Wiwik dapat jadi inspirasi. Tantangan selalu ada pada langkah pertama dan strategi untuk sesukses mereka.

Mulai saja dari pekarangan, seperti kisah Wijayanto. Kalaupun rumah tak punya halaman, mencari lahan kosong di sekitar tempat tinggal seperti cara Mei juga tak salah dijajal.

Lalu, apabila usaha berkebun sudah memberikan hasil, jangan berhenti dan mencukupkan diri dengan itu. Untuk meningkatkan hasil kebun, teknik bertani modern seperti pertanian hidroponik bisa dicoba juga.

Teknik hidroponik cocok diterapkan di lahan terbatas karena tak perlu tanah sebagai media tanam. Cukup pakai air bercampur nutrisi atau zat hara sebagai ganti "tempat menanam".

Thinkstock Pertanian Hidroponik

Sebagai wadah tanaman, Anda bisa memanfaatkan pipa paralon yang dirakit atau disusun sedemikian rupa sehingga bisa memuat banyak bibit tanaman. Sementara itu, gunakan generator untuk memompa larutan di atas agar bisa mengalir ke seluruh instalasi paralon.

Langkah selanjutnya adalah menentukan strategi penjualan yang menguntungkan. Anda bisa meniru cara Mei yang "menggandeng" supermarket terdekat.

Menjual produk langsung ke gerai biasanya akan mendapatkan harga jual lebih tinggi daripada melalui agen, penadah, tengkulak, atau broker—yang akan memasarkan lagi dagangannya ke pedagang dan pengecer dengan mengambil untung pula.

Bila pendapatan dirasa masih kurang, Anda juga bisa menjual hasil perkebunan dengan metode direct selling. Lewat cara ini Anda bisa langsung menjual hasil kebun ke pembeli dengan harga pasar.

Nah, untuk menjalankan dua strategi penjualan tersebut Anda butuh kendaraan pengangkut. Tak cuma untuk mengangkut beban cukup berat, kendaraan itu sebaiknya juga punya daya jelajah yang jauh dan lincah sekalipun di jalanan sempit, seperti Daihatsu Hi-Max.

Mobil pick-up dengan bodi mungil ini memang sengaja di desain untuk menerobos jalan-jalan sempit. Sudah begitu, bensinnya pun irit. Research and Development Executive Officer Astra Daihatsu Motor Pradikto menyatakan, setiap liter bensin pemakaian bensin untuk mobil ini dapat menempuh jarak 13,5 kilometer.

Febri Ardani/KompasOtomotif Pikap terbaru Daihatsu Hi-Max lebih kecil dari Gran Max.

“Teknologi mesinnya itu sendiri sudah (masuk kategori) low cost green car (LCGC) sehingga irit bahan bakar. Tak cuma itu, banyak komponen berteknologi tinggi yang digunakan Hi-Max sehingga daya geseknya kecil,“ papar Pradikto kepada Kompas.com, Kamis (10/11/2016).

Pilihan seperti ini memungkinan Anda melakukan direct selling sekaligus memangkas biaya bensin. Keuntungan, tentu saja, bisa meningkat lagi, bukan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com