Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sagu adalah Tanaman Ideal untuk Lahan Gambut

Kompas.com - 30/11/2016, 16:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Bencana kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2015 lalu merusak hingga 2,6 juta hektar lahan, di mana 35 persennya adalah lahan gambut.

Badan Restorasi Gambut (BRG) memperkirakan, butuh Rp 10 triliun untuk merestorasi lahan gambut tersebut dalam lima tahun ke depan. Salah satu langkah restorasi ini adalah dengan menanami kembali lahan gambut.

"Tanaman yang cocok untuk lahan gambut salah satunya sagu karena sagu senang tumbuh di tanah basah dan air. Sagu dapat tumbuh di genangan air," kata Kepala BRG Nazir Foead dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Rabu (30/11/2016).

(Baca: Mengapa Lahan Gambut di Indonesia Sering Terbakar? Ini Penjelasan Pakar IPB)

Nazir mengatakan, penggunaan tanaman sagu untuk memulihkan lahan gambut sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016, yang menjadi dasar pembentukan BRG.

Menurut Nazir, semakin basah tanahnya, justru sagu akan tumbuh semakin subur dan tidak akan mati. Budidaya tanaman sagu membawa dampak yang sangat positif karena secara ekologis, sagu memiliki kemampuan untuk menyimpan air.

Dia menjelaskan, pohon sagu memang termasuk investasi jangka panjang karena berusia delapan tahun baru di tebang. Kemudian diambil patinya.

Anggota Dewan Pakar Masyarakat Sagu Indonesia (MASSI) Dwi Asmono menuturkan,
pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya tanaman sagu atau rumbia memiliki dampak yang sangat positif, bukan hanya secara ekologis, melainkan juga secara ekonomis.

Menurut Dwi, dalam jangka pendek, sagu dapat membantu pemerintah mencegah bencana kebakaran hutan di lahan gambut. 

Selain itu, dalam jangka panjang tanaman multiguna ini dapat membantu pemerintah mewujudkan ketahanan pangan nasional, mengurangi impor beberapa bahan pangan utama, sumber energi alternatif masa depan, serta meningkatkan kualitas hidup dan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.

"Sangat disayangkan apabila potensi sagu yang cukup besar tidak dikelola dengan baik. Mengingat fakta bahwa Indonesia memiliki hampir lebih dari 90 persen total luas areal sagu di dunia, yaitu 5,5 juta hektar dari total 6,5 juta hektar area sagu di dunia," ucap ujar Dwi.

Sekadar informasi, lahan gambut adalah lahan yang terutama terbentuk di lahan basah dan memiliki jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa–sisa pepohonan yang setengah membusuk oleh genangan air sehingga memiliki kandungan bahan organik yang tinggi.

Sebagian besar lahan gambut masih berupa hutan yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa langka. Lahan gambut bisa ditemukan di hampir semua negara, mulai dari iklim kutub, sub tropis hingga tropis.

Asia Tenggara sendiri memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia, yaitu sekitar 60 persen dari total area gambut tropis di dunia atau sekitar 27 juta hektar dan sekitar 83 persennya terdapat di Indonesia, yang sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Tanah gambut memiliki kemampuan menyimpan air hingga berkali-kali lipat dari bobotnya. Oleh karena itu, perannya sangat penting dalam hidrologi, seperti mengendalikan banjir saat musim hujan dan mengeluarkan cadangan air saat kemarau panjang.

Lahan ini pada dasarnya tidak mudah terbakar secara alami bahkan pada daerah beriklim kering sekalipun. 

Namun, lahan gambut di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengalami laju kerusakan tertinggi di dunia yang terutama akibat pengelolaan yang kurang tepat dari aktivitas konversi hutan gambut menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

Kompas TV Gambut Dianggap "Harta" oleh Petani Florida

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com