JAKARTA, KOMPAS.com — Cadangan minyak di perut bumi Indonesia, tanpa ada eksplorasi baru, diprediksi akan habis 12 tahun-15 tahun lagi. Sementara itu, perkembangan energi non-fosil di Indonesia masih minim.
Hal itu diperparah dengan terus naiknya tingkat konsumsi minyak nasional. Saat ini saja angkanya sudah mencapai 1,6 juta barrel per hari (BPH).
Adapun produksi minyak hanya 600.000 BPH-800.000 BPH. Ketidakseimbangan antara produksi minyak yang terus turun dengan konsumsi dalam negeri yang terus naik membuat impor tidak bisa terelakkan.
Diprediksi, angka impor minyak akan terus membengkak dari tahun ke tahun hingga mencapai 1 juta BPH-2 juta BPH pada periode 2020-2025 mendatang.
“Jelas ini sangat mengkhawatirkan,” ujar pengamat energi sekaligus Direktur Indonesian Resources Studies Marwan Batubara kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (1/12/2016) malam.
Kekhawatiran itu cukup beralasan. Apalagi pemerintah dinilai belum menunjukkan keseriusan mengembangkan energi di luar minyak bumi.
Padahal, ada potensi besar mengembangkan industri gas, energi geotermal atau panas bumi untuk listrik, dan bioetanol untuk bahan bakar.
Sayangnya, keseriusan itu dinilai belum tampak. Bahkan ia juga menyoroti dana subsidi BBM yang dipangkas pemerintah belum terasa mengalir untuk pengembangan energi terbarukan.
Begitu juga anggaran di Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan, serta Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM justru dipangkas pada APBN-P 2016. Berbagai persoalan di sektor energi itu harus segera diselesaikan.
Sebab, generasi yang akan datang akan menanggung beban berat akibat persoalan itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.