Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Kebakaran Lahan Gambut, Indonesia Perluas Aturan Moratorium

Kompas.com - 07/12/2016, 13:00 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

Sumber Bloomberg

KOMPAS.com - Indonesia memperkuat moratorium konversi lahan gambut untuk perkebunan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani amandemen moratorium konversi lahan gambut.  Hal ini dilakukan dalam rangka mencegah kebakaran hutan dan lahan dan menurunkan emisi karbon di Indonesia.  

Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut tanggal 1 Desember lalu.

Peraturan baru melarang pembukaan lahan baru atau land clearing pada kawasan gambut.   Langkah Indonesia ini disambut oleh Norwegia, yang sebelumnya pada tahun 2010 telah menjanjikan 1 miliar dollar AS untuk membantu negara-negara yang menghentikan penenebangan hutan tropisnya.

Norwegia menyatakan akan menyalurkan 25 juta dollar AS untuk Indonesia guna mendanai pemulihan lahan gambut dan selanjutnya 25 juta dollar AS lagi jika agenda penegakan moratorium dan pemantauannya siap.  

Dalam beberapa tahun belakangan, Indonesia membuat komitmen besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi hutan tropisnya, namun deforestasi terus berlanjut.

Dari satu studi dalam jurnal Nature Climate Change memperkirakan, pada tahun 2012 Indonesia telah melakukan pembebasan lahan seluas 840.000 hektar dan angka ini dilihat lebih banyak dari negara-negara lain.  

Arief Wijaya, ahli hutan dari World Resources Institute (WIR) mengatakan, penguatan moratorium ini sangat penting untuk melindungi wilayah Papua yang sebagian besar belum tereksploitasi. Dimana pembebasan lahan telah berlangsung cepat di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Lembaga ini memperkirakan Indonesia bisa mencapai pengurangan 7,8 gigaton emisi karbon lebih dari 15 tahun, yang setara dengan sekitar satu tahun dari emisi gas rumah kaca AS.  

Arief mengatakan bahwa dalam prakteknya, dengan perubahan peraturan itu berarti perusahaan besar seperti Asia Pulp & Paper dilarang memperluas konversi lahan gambutnya, bahkan juga jika mereka memegang konsesi atas lahan itu.

Bulan lalu, Asia Pulp & Paper dikritik oleh Badan Restorasi Lahan Gambut Indonesia yang merilis foto-foto yang menunjukkan salah lokasi di Sumatera Selatan dimana lahan gambut yang terbakar saat kemarau dan seharusnya dikembalikan.  

Kebakaran hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan tahun lalu merupakan yang terburuk sejak 1997. Kabut asap yang dihasilkan sampai ke Singapura, Malaysia dan Thailand selatan mengancam kesehatan masyarakat.

Sebuah studi oleh para ilmuwan dari Harvard dan Kolombia universitas memperkirakan bahwa partikel halus dalam kabut mempercepat kematian 100.000 orang.  

Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup mengatakan dalam sebuah pernyataan, salah satu penyebab utama kebakaran hutan tahun lalu adalah salah urus perusahaan yang mengelola lahan gambut.

Itulah salah satu alasan penguatan moratorium konversi gambut yang akan segera diberlakukan.

Kompas TV Kebakaran Lahan Gambut Sulit Dipadamkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com