KOMPAS.com - Layanan keuangan berbasis teknologi digital alias financial technology (fintech) begitu akrab terdengar di telinga dalam beberapa waktu belakangan ini.
(Baca: Fintech dan Keberadaannya, Mengusik atau Kolaboratif?)
Dua institusi besar bidang keuangan, yakni bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus membicarakan mengenai fintech, sementara perusahaan-perusahaan rintisan digital (startup) di bidang fintech ini semakin bertumbuh.
Ya, fintech ini memang sedang naik daun semenjak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendeklarasikan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘The Digital Energy of Asia’ di Silicon Valley pada awal tahun ini.
Selain itu, fintech juga mendapat panggung utama dalam industri keuangan Indonesia, saat digelar ajang Indonesia Fintech Festival & Conference di ICE BSD, Tangerang pada akhir Agustus 2016 lalu.
Fintech 3.0
Siapa sangka, perkembangan dan revolusi fintech sudah terjadi sejak lama. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad sebelumnya mengungkapkan, dalam beberapa dekade terakhir industri Fintech telah berkembang dan ber-revolusi.
Pada tahun 1950-an, revolusi fintech 1.0 sudah dimulai dari layanan kartu kredit dan anjungan tunai mandiri (ATM).
Kemudian, internet dan electronic commerce menjamur pada akhir tahun 1990-an, seperti munculnya internet banking dan situs–situs broker saham online. Saat itulah, Indonesia telah memasuki jenis fintech yang disebut dengan fintech 2.0.
Selanjutnya, ketika mulai munculnya teknologi ponsel dan smartphone seperti pada aplikasi mobile banking di awal dekade 2000-an, saat itulah mulai memasuki era fintech 3.0.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.