Era ini memungkinkan kapitalisasi informasi sebagai aset strategis yang dapat dipertukarkan, sehingga bermunculan layanan jasa keuangan bagi masyarakat umum seperti crowdfunding dan peer-to-peer lending.
Urgensi Aturan
Maraknya startup fintech mendorong otoritas untuk menata dan mengawasinya. Tercatat sampai November 2016, tercatat jumlah startup fintech yang telah mendaftar ke BI sudah mencapai 100 perusahaan. Adanya aturan itu diperlukan untuk meminimalisir risiko dan melindungi masyarakat selaku konsumen.
Sebagai benchmark, OJK mencontoh perkembangan fintech di Singapura dan China. OJK juga menggandeng Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoninfo) untuk menerbitkan aturan fintech.
OJK juga siap bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan lain seperti institusi keuangan, investor, startup, inkubator, dan asosiasi industri, termasuk kalangan akademisi.
Tujuannya, agar aturan yang terbit tidak terlalu mengikat yang bisa jadi bumerang bagi perkembangan industri fintech yang masih dini ini.
Aturan atau pedoman bagi industri fintech ini ditargetkan akan rampung dan diterbitkan pada akhir tahun 2016.
Regulasi tersebut mencakup perizinan, kelembagaan, kepengurusan, cakupan usaha, permodalan, sistem pengawasan, dan pelaporan.
OJK menyadari, sejalan dengan kemajuan zaman, fintech kian dibutuhkan. Namun, yang terpenting bagi OJK adalah fintech harus membantu masyarakat dalam mengakses sektor keuangan secara baik.
Namun, hingga memasuki bulan Desember 2016, OJK belum juga merilis aturan mengenai industri anyar ini. Tentu saja, semua pihak masih menanti aturan seperti apa yang akan diterbitkan oleh OJK.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.