Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggarap Potensi Energi Listrik dari Sampah Perkotaan

Kompas.com - 13/12/2016, 15:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Di Indonesia, terdapat banyak sumber energi baru dan terbarukan yang digenjot penggunaannya sebagai alternatif dari sumber energi fosil yang diestimasi habis dalam 12 tahun-15 tahun mendatang.

Sumber energi fosil di Indonesia diperkirakan cepat habis sebab saat ini tingkat konsumsi minyak nasional sudah mencapai 1,6 juta barrel per hari (BPH). Adapun produksi minyak hanya 600.000 BPH-800.000 BPH. (Kompas.com, 5 Desember 2016))

Selain itu, pemerintah terus menggenjot alternatif energi dari penggunaan energi batu bara. Hal itu sebagai konsekuensi untuk mereduksi emisi gas rumah kaca (GRK), sesuai dengan ratifikasi perjanjian Paris Agreement yang diteken oleh DPR Oktober 2016 lalu.

Dalam ratifikasi tersebut, Indonesia harus mematuhi Nationally Determined Contribution (NDC) dengan target pemangkasan 29 persen emisi GRK hingga 2030.  

Sumber energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia ada banyak. Misal dari matahari (solar), panas bumi, angin, air, biomass hingga sampah.

Namun, dalam tulisan ini saya memilih pemanfaatan sampah menjadi energi, terutama sampah perkotaan, sebab masalah sampah sudah menjadi masalah yang menimbulkan dampak sosial dengan kerugian sosial, material, hingga kesehatan di masyarakat yang besar.

Misal kasus yang paling baru terjadi di Bandung, Jawa Barat. Wilayah ini pada Oktober 2016 lalu mengalami banjir parah di Jalan Pasteur akibat luapan air sungai dan sampah.

Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, mengatakan penyebab banjir yakni sampah yang menumpuk dan tata ruang kota yang kurang baik (Viva.co.id, 15 November 2016).

Masalah sampah juga menimbulkan ketegangan dua pemerintah daerah, yakni Jakarta dan Bekasi, dalam hal pengelolaan dan pembuangan sampah di TPSA Bantar Gebang. Warga Bekasi marah, karena selama ini mendapatkan polusi "bau" dari sampah warga Jakarta saban harinya. Memang, lokasi Bantar Gebang ini berada di Bekasi.

Perkembangan Energi Sampah di Indonesia

Di Indonesia, pembahasan untuk mereduksi sampah perkotaan menjadi sesuatu yang berdaya guna sudah dilakukan bertahun-tahun sebelumnya.

Saat ini, pengelolaan sampah perkotaan jadi energi, memang masih minim. Seharusnya, hal itu jadi peluang bagi investor untuk masuk dan menggarap produksi energi listrik melalui sampah ini.

Data Kementerian ESDM di Mei 2016 menyebutkan, capaian pembangkit listrik berbasis sampah kota di Indonesia baru mencapai 17,6 MW. Padahal, potensi yang dimiliki sekitar 2.066 MW

Di sisi lain, dukungan pemerintah untuk pengelolaan sampah kota juga sudah termaktub dalam berbagai kebijakan.

Pembahasan yang mengerucut untuk menjadikan sampah sebagai sumber energi mulai intensif dibahas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2015. Pemerintah menggalakkan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

Pada 2015, terbitlah aturan mengenai pengelolaan energi sampah ini, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 44 Tahun 2015 sebagai aturan feed-in-tariff. Aturan ini memastikan PT PLN (Persero) untuk membeli tenaga listrik dari PLTSa dengan tarif flat selama 20 tahun.

Aturan ini diperkuat dengan Peraturan Presiden nomor 18 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 13 Februari 2016 lalu.

PLN pun meneken sejumlah perjanjian pembelian listrik dari PLTSa di sejumlah daerah. Pada 5 Desember 2016 lalu, PLN menandatangani perjanjian jual beli tenaga listrik dari PLTSa di 7 Pemerintah Daerah dan Kota percepatan yang termasuk dalam Peraturan Presiden nomor 18 dengan total pembelian PLTSa mencapai 100 MW (Megawatt).

Ketujuh kota tersebut adalah DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makassar dengan perincian untuk Jakarta 4x10 MW dan 6 kota lainnya masing-masing 10 MW.

Dalam perjanjian yang telah ditandatangani, PLN membeli tenaga listrik dari PLTSa seharga 18,77 sen dollar AS atau setara Rp 2.496 per Kilo Watt Hour (kWH) untuk tegangan tinggi dan menengah, sementara untuk tegangan rendah PLN membeli seharga 22,43 sen dollar AS.

Kerja sama ini menggunakan skema BOOT atau Buy, Own, Operate, and Transfer. Sementara pengembangan PLTSa menggunakan teknologi thermal process atau pemanfaatan panas melalui thermochemical, yang meliputi gasifikasi, incinerator, dan pyrolysis. Kontrak pembelian ini berlangsung selama 20 tahun. (Kompas.com, 5 Desember 2016)

Sayangnya, pembangunan PLTSa di tujuh kota yang menjadi  pilot project Program Waste to Energy (WtE) melalui Perpres No. 18 tahun 2016 tersebut semua masih dalam tahap pembahasan. Belum ada peraturan daerah yang secara khusus memberikan gambaran mengenai pelaksanaan proyek ini.

Untuk pilot project ini, saya menyoroti bagaimana perkembangan pembangunan PLTSa di Kota Tangerang. Kota yang ebrbatasan langsung dengan Jakarta ini akan membangun PLTSa dengan daya 2 MW dari sekitar 185 ton sampah per hari.

Namun sebelum membangun PLTSa, Kota Tangerang sedang membangun Stasiun Pengolahan Sampah dengan Teknologi Firolisis di TPA Rawa Kucing yang difasilitasi oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).

Per Januari 2016, proyek pembangunan Stasiun Pengolahan Sampah dengan Teknologi Firolisis tersebut saat ini sudah mencapai 80 persen. (tangerangkota.go.id, 12 Januari 2016)

Dengan memanfaatkan teknologi firolisis, TPA Rawa Kucing bisa mengolah sampah sampai sekitar 6 ton sampah plastik per-hari atau bisa menghasilkan sekitar 3.000 liter solar per-hari. TPA ini mampu menampung 1.000 ton sampah per hari dan rata-rata 30 persen-nya adalah sampah plastik.

Sementara jumlah sampai di Kota Tangerang saat ini mencapai antara 1.000 ton-1.300 ton sampah per hari.

Apa insentif untuk Swasta?

Untuk pembangunan PLTSa di Kota Tangerang, sampai 26 September 2016 sudah ada 30 pengusaha mengajukan diri untuk menjadi pengelola dalam rencana pembangunan dan pengelolaan PLTSa di TPA Rawa Kucing. Bahkan yang meminati ada dari perusahaan Jerman, China dan Korea Selatan.

Pengajuan kerja sama tersebut telah disampaikan ke Pemerintah Pusat untuk dikaji. Agar Pemerintah Kota Tangerang tidak salah langkah dalam memilih pemenang dalam pembangunan dan pengelolaan PLTSa.

Saat ini, Pemkot Tangerang masih menunggu informasi dari pemerintah pusat terkait pengelolaan PLTSa tersebut. Sebab, akan ada alat modern yang akan disiapkan pemerintah pusat untuk menjadikan sampah sebagai pembangkit listrik. (tangerangonline.id, 26 September 2016)

Nah, dalam pasal 4 ayat (2) Perpres No.18/2016 tersebut, para kepala daerah di tujuh kota yang disebutkan diminta untuk menugaskan badan usaha milik daerah (BUMD) atau menunjuk badan usaha swasta untuk melaksanakan pembangunan PLTSa.  badan usaha yang ditunjuk menjadi pengelola sampah kota sekaligus pengembang PLTSa.  

Selain boleh melakukan kerja sama, pihak pengelola sampah kota dan pengembang PLTSa pun mendapatkan insentif lainnya. Di dalam Perpres ini ditegaskan, badan usaha tersebut berhak kemudahan percepatan izin investasi langsung konstruksi.

Artinya, kegiatan untuk memulai konstruksi dapat langsung dilakukan bersamaan secara paralel dengan pengurusan izin mendirikan bangunan dan izin lingkungan. (Hukumonline.com, 10 Maret 2016).

Di Kota Tangerang, belum ada insentif khusus ke perusahaan swasta yang berminat jadi pelaksana pembangunan dan pengelolaan PLTSa tersebut, sebab masih mengacu pada Perpres No. 18/2016.

Pemkot Tangsel juga berpatokan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Perpres ini diteken Presiden Jokowi pada 20 Maret 2015.

Dalam Perpres ini disebutkan, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha (BUMN, BUMD, swasta, badan hukum asing, atau koperasi) dalam Penyediaan Infrastruktur.

Kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). KPBU, menurut Perpres ini, dilakukan berdasarkan prinsip kemitraan, kemanfaatan, bersaing, pengendalian dan pengelolaan risiko, efektif, dan efisien.

Melalui pola KPBU, Pemda berperan untuk menyediakan lahan dan mempersiapkan dokumen lelang sekaligus pelaksanaan lelangnya dan mencari badan usaha yang mau mengelola sampah menjadi energi. (penamerdeka.com, 6 September 2016).

Saat ini kota Tangerang sudah mengantongi Pre-Feasibility Studies (PFS) atau studi kelayakan dan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) sehingga proyek PLTSa ini bisa segera direalisasikan.

Insentif lain adalah, bahwa semua listrik yang dihasilkan oleh PLTSa di TPA Rawa Kucing ini akan terserap oleh PLN, melalui perjanjian pembelian listrik dari sampah yang diteken antara Pemkot Tangerang dengan PLN pada 5 Desember 2016 lalu.

Lantas, apa permasalahan pembangunan PLTSa di Indonesia?

Untuk kota Tangerang, salah satu kendala pembangunan PLTSa adalah biaya proyek yang terlalu tinggi. Pemkot Tangerang lantas meminta sharing dengan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).

Terkait dengan pembiayaan total untuk menyelesaikan proyek tersebut, Pemkot Tangerang belum bisa menyebutkan nominalnya. Hal itu karena saat ini masih dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan RI.

Adapun, yang jelas Pemkot Tangerang hanya akan dibebankan sebesar Rp 50 juta. Sedangkan, sisanya akan ditanggung pemerintah pusat. Selain itu, diperkirakan Pemkot Tangerang masih harus mengeluarkan dana hingga Rp 108 miliar per tahun sebagai biaya pengelolaan PLTSa tersebut.

Setelah pra-FS rampung pada akhir tahun ini, KPPIP siap untuk melakukan open tender pada awal tahun depan. (republika.co.id, 8 September 2016).

Kendala lain pembangunan PLTSa di perkotaan di Indonesia adalah faktor masyarakat. Aep Saepul Uyun, Kepala Program Studi Energi Terbarukan Sekolah Pascasarjana Universitas Darma Persada (Unsada) mengatakan bahwa memang pengelolaan sampah perkotaan jadi energi masih sangat kecil.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya edukasi ke masyarakat untuk memilah sampah ketika dibuang, untuk memudahkan proses pembuatan energi. Lazimnya, di Jepang, sampah rumah tangga dibagi jadi sampah organik dan non-organik. Sedangkan di Indonesia, selalu dicampur menjadi satu.

Kurangnya edukasi ini juga membuat "awareness" masyarakat untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi hal lain yang produktif juga kurang.

Sebab kedua, yakni pengelolaan sampah yang terpusat di satu tempat. Misal, sampah Jakarta dipusatkan dibuang di Bantargebang saja. Padahal, pengelolaan sampah jadi energi bisa dilakukan di unit-unit terkecil di sekitar lokasi warga. Sehingga sampah tidak harus menumpuk di suatu tempat.

"Teknologi pengolahan sampah jadi energi ada banyak. Itu bisa dibeli oleh stakeholder terkait. Tetapi yang paling penting dalam pengelolaan sampah ini adalah bagaimana manajemen pengelolaannya," kata Aep kepada Kompas.com. (Kompas.com, 30 September 2016)

Apakah PLTSa Ramah Lingkungan?

Kendala lain yakni, masalah risiko pencemaran dari PLTSa. Sejumlah aktivis lingkungan menilai upaya pembangunan PLTSa justru lebih banyak menimbulkan pencemaran berbahaya daripada bermanfaat menghasilkan listrik.

Bahkan, kelompok aktivis lingkungan rencananya akan mengajukan judicial review atas Perpres Nomor 18/2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah ke Mahkamah Agung.

Alasannya karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di Indonesia.

Perpres soal pembangkit listrik tenaga sampah 'yang berpotensi masalah' itu sudah menyebut secara spesifik penggunaan metode thermal incinerator atau pembakaran yang akan mengubah sampah untuk menjadi energi di tujuh kota, yaitu Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surabaya, Solo, dan Makassar.

Menurut Margaretha Quina dari Pusat Hukum Lingkungan, CEL, "Pembakaran (sampah) itu sebenarnya sudah dilarang secara eksplisit oleh Undang-undang Pengelolaan Sampah. Kalau kita lihat dari perda-perda dari tujuh kota yang ada sekarang, tidak satupun memberi ruang untuk membakar sampah lewat PLTSa."

Selain dinilai melanggar larangan membakar sampah yang dibuat sendiri oleh pemerintah, pembangkit listrik tenaga sampah diduga justru akan mengeluarkan lebih banyak energi untuk mendapat listrik yang tak seberapa, mengingat karakteristik sampah Indonesia yang tak dipilah sehingga cenderung basah.

Sampah yang basah, menurut Margaretha, membutuhkan energi tambahan untuk dikeringkan dan juga agar suhu tungku pembakaran tetap tinggi. Belum lagi, setelah pembakaran akan tersisa abu yang dicemaskan mengandung zat pencemar yang persisten dan berbahaya bagi lingkungan. (BBC.com, 10 Juni 2016)

Perkembangan Energi Listrik dari Sampah di Negara Lain

Untuk perkembangan pengelolaan sampah jadi energi listrik, Jepang bisa menjadi salah satu contoh pengelolaan PLTSa bagi Indonesia. Mengapa?

Salah satu sebannya, karena Indonesia sudah menjalin kerja sama pengelolaan PLTSa ini dengan Jepang melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sejak 2015.

Sebelumnya, Jepang sendiri berkomitmen untuk mendorong penelitian yang fokus pada pembangunan berkelanjutan yang mengerucut pada empat topik, yakni bencana alam, penyakit menular, energi dan biological recourses.

Alasan kedua, Jepang memiliki teknologi tinggi pengelolaan sampah yang mumpuni. R Sudirman, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menepis tudingan pencemaran lingkungan oleh sejumlah aktivis lingkungan.

Menurut dia, metode thermal incinerator atau pembakaran yang akan mengubah sampah untuk menjadi energi sudah digunakan di Jepang, Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Pendapatan Tetap? Ini Arti, Keuntungan, dan Risikonya

Work Smart
BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

BI Kerek Suku Bunga Acuan ke 6,25 Persen, Menko Airlangga: Sudah Pas..

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Suku Bunga Acuan BI Naik, Rupiah Masih Melemah

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Kamis 25 April 2024

Spend Smart
SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

SMGR Gunakan 559.000 Ton Bahan Bakar Alternatif untuk Operasional, Apa Manfaatnya?

Whats New
Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 25 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Kamis 25 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Melemah Seiring Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG dan Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Terinspirasi Langkah Indonesia, Like-Minded Countries Suarakan Penundaan dan Perubahan Kebijakan EUDR

Whats New
Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Manfaat Rawat Inap Jadi Primadona Konsumen AXA Financial Indonesia

Whats New
Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Kemenko Marves: Prabowo-Gibran Bakal Lanjutkan Proyek Kereta Cepat sampai Surabaya

Whats New
Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Layani Angkutan Lebaran Perdana, Kereta Cepat Whoosh Angkut 222.309 Penumpang

Whats New
Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Unilever Naik 3,1 Persen Menjadi Rp 1.4 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com