Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaruh China terhadap Perekonomian RI Lebih Besar ketimbang AS

Kompas.com - 15/12/2016, 16:26 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) telah menyebabkan ketidakpastian global, yang juga berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Namun, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro, risiko perlambatan ekonomi terbesar justru datang dari perekonomian China.

Menurut mantan Menteri Keuangan itu, moderasi pertumbuhan ekonomi China yang hingga tahun depan masih akan berada di kisaran enam persen memberikan pengaruh lebih besar terhadap pelambatan ekonomi Indonesia, ketimbang kenaikan suku bunga AS, proteksi perdagangan, ataupun kebijakan kontroversial Trump lainnya.

Menurut simulasi yang dilakukan Bappenas, pelambatan ekonomi China akan menyebabkan penurunan ekonomi Indonesia sebesar 0,72 persen di bawah baseline yang diperkirakan antara 5,1 dan 5,3 persen.

Sementara itu, kebijakan kontroversial Trump akan memberikan dampak koreksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 0,41 persen.

"Artinya, risiko dari China lebih besar dari risiko Trump. Harusnya kita lebih khawatir dengan China," kata Bambang dalam diskusi yang diselenggarakan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), di Jakarta, Kamis (15/12/2016).

Bambang menjelaskan, China memang secara sengaja melakukan moderasi ekonominya. Pada tahun depan, pertumbuhan ekonomi China diperkirakan hanya mampu mencapai 6,3 persen, lebih rendah dari perkiraan tahun ini yang mencapai 6,6 persen.

Selama lebih dari 20 tahun mendorong pertumbuhan ekonominya hingga selalu double digit, Pemerintah China sadar bahwa ekonomi mereka sudah terlalu panas.

China juga tengah menghadapi isu utang sektor swasta dan BUMN yang tinggi. Investasi yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi selama bertahun-tahun telah menciptakan utang yang tinggi.

Guna meredam utang yang berlebihan, strateginya pun diubah dari pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan investasi menjadi konsumsi domestik.

Sebenarnya, kata Bambang, strategi China ini menjadi peluang ekspor Indonesia. Masalahnya, ekspor Indonesia mayoritas didominasi oleh komoditas dan energi.

"Padahal kalau pertumbuhan ekonomi China tidak tumbuh di atas 10 persen lagi, maka kebutuhan energi dan komoditas tidak besar lagi seperti dulu. Ini yang harus Indonesia sikapi," kata Bambang.

Sementara itu, risiko yang datang dari Amerika Serikat karena terpilihnya Trump, antara lain, penurunan tarif pajak korporasi dari 35 persen menjadi 15 persen, proteksi perdagangan, penaikan suku bunga, memperketat imigrasi, dan mengurangi program-program yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan Negeri Paman Sam itu pada tahun depan diperkirakan sekitar 2 persen, lebih tinggi dari perkiraan tahun ini yang hanya 1,5 persen.

Meski pertumbuhan untuk AS membaik, kebijakan Trump diprediksi akan berdampak negatif terhadap produk domestik bruto Indonesia sebesar negatif 0,41 persen.

"Dari mana angka 0,41 persen itu? Paling besar dari invetasi karena perkiraannya investasi AS di Indonesia akan menurun, ataupun investasi negara lain yang terpengaruh AS. Jadi, kalau Trump melaksanakan kebijakannya secara konsisten, perkiraannya tidak bagus buat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melambat," ucap Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com