Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Depan Mapan, Cukupkah dengan Menabung?

Kompas.com - 28/12/2016, 07:17 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com
– Anggapan bahwa kemapanan hidup dapat tercapai dengan rajin menabung tidaklah salah. Pertanyaannya, apakah menabung saja sudah cukup?

Jawaban dari pertanyaan di atas dapat beragam, tergantung target finansial masing-masing orang. Yang pasti, kalau ingin mendapat untung jauh lebih besar, berinvestasi juga wajib masuk agenda.

Pasalnya, bunga tabungan reguler yang ditawarkan perbankan rata-rata berkisar antara 1-2 persen. Itu pun ada syarat dan ketentuan. Umumnya, saldo yang waijb endap untuk mendapat bunga 1 persen saja mencapai Rp 50 juta.

Jika jumlah tabungan rata-rata hanya Rp 1 juta, keuntungan bunga kurang dari 1 persen. Kalau saldo di bawah angka ini, jangan harap nasabah mendapat bunga sepeser pun.

Besaran bunga tersebut juga tak sepadan dengan laju inflasi. Dari Januari sampai Oktober 2016, misalnya, angka inflasi kumulatif mencapai 2,11 persen. Adapun inflasi tahunan ada di angka 3,31 persen year on year (yoy), lebih tinggi daripada bunga tabungan biasa.

Artinya, keuntungan jangka panjang tidak bisa diperoleh lewat menabung saja. Sebagian dana lebih baik dialihkan untuk investasi.

“Dengan memulai investasi lebih cepat, maka imbal hasil yang diperoleh bakal lebih besar juga. Sebab, bunga atau imbal hasil investasi terus berbunga dan mengembang semakin besar, ibarat bola salju,” kata perencana keuangan Risza Bambang, kepada Kompas, Minggu (28/8/2016).

Idealnya, lanjut Risza, investasi dimulai ketika seseorang mulai memiliki pendapatan sendiri. Dia menyarakan, pemasukan ini disisihkan minimal 10 persen untuk berinvestasi.

Investasi saham

Salah satu investasi yang dapat dicoba adalah saham. Falih (27), misalnya, sudah menekuni jenis investasi ini sejak empat tahun lalu karena dianggap menguntungkan. Setiap bulan, dia menyisihkan 15 persen gajinya untuk diinvestasikan dalam bentuk saham.

Thinkstock Ilustrasi investasi saham

“Saya sudah mengantongi keuntungan sekitar 20 persen dari total aset yang saya investasikan,” ujar dia, dikutip sumber sama.

Meski relatif menguntungkan, investasi saham bukan barang umum bagi masyarakat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013 mencatat, tingkat pemahaman masyarakat tentang pasar modal masih 3,79 persen. Keikutsertaannya pun hanya 0,11 persen.

Merujuk data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per 20 Desember 2016 tercatat pemilik single investor identification (SID) untuk bertransaksi di pasar keuangan di Indonesia baru 886.574 orang. Jumlah ini disebut sudah naik 104,88 persen dibandingkan 434.107 orang pada akhir 2015. 

Total SID tersebut sudah mencakup pemilik Surat Berharga Negara (SBN) dan reksa dana. Khusus untuk transaksi saham di Bursa Efek Indonesia, KSEI mencatat ada pertumbuhan 24,06 persen, yaitu dari 426.210 SID per akhir November 2015 menjadi 528.738 SID per November 2016.

(Baca juga: Jumlah Investor Pasar Modal Capai 886.574 Orang)

Pemikiran bahwa dibutuhkan modal cukup banyak untuk membeli saham masih jadi salah satu ganjalan. Padahal, sejak OJK dan BEI mengkampanyekan “Yuk Nabung Saham” pada 2015, investasi saham tak butuh modal besar.

Hanya dengan setoran awal minimum Rp 100.000, tiap orang dapat membuka rekening dana efek untuk mulai berinvestasi saham. Investor bisa membeli saham minimum satu lot—satuan saham—yang berisi 100 lembar saham.

(Baca juga: "Cuma Kencan tetapi Cuan")

Sejumlah terobosan teknologi yang dilaksanakan otoritas bursa, juga memudahkan masyarakat awam untuk ikut bertransaksi di pasar modal. Tak harus jadi "orang berduit" untuk mulai melantai di bursa saham.

Pilah-pilih saham

Namun, memilih saham untuk dibeli tentu bukan urusan main-main. Perlu pengetahuan cukup agar investasi di bursa saham mendatangkan keuntungan.

Hal itu dibuktikan salah satu investor saham Aab Abdullah (49). Dengan modal awal Rp 3 juta, strategi Aab berhasil mendatangkan keuntungan hingga Rp 180 juta selama enam bulan.

“Saya memutuskan menanamkan saham di salah satu emiten (penerbit saham) BUMN. Lama-lama, saya menambah investasi untuk membeli beberapa saham lain, termasuk saham BUMD perbankan,” tutur Aab kepada Kompas.com, Jumat (2/12/2016).

KOMPAS.com/Estu Suryowati Aab Abdullah saat menerima penghargaan

Tak hanya itu, kinerja perusahaan perlu juga dipertimbangkan. Cermati laporan keuangannya karena jumlah keuntungan akan menentukan besaran deviden bagi pemilik saham.

Akses laporan tersebut cukup mudah didapat. Semua perusahaan yang sahamnya masuk bursa memang wajib menjalankan prinsip keterbukaan informasi, termasuk soal finansial, tiap tiga bulan sekali.

Contoh saja laporan kinerja keuangan PT Antam (persero) TBK. Pada triwulan III/2016, perusahaan BUMN ini mampu membukukan keuntungan sekitar Rp 38,3 milliar.

“Semua capaian kinerja positif itu terjadi karena adanya efisiensi produksi, inovasi bisnis, dan perbaikan harga komoditas yang dijual. Hasilnya kepercayaan investor kepada Antam meningkat," kata Direktur Keuangan Antam Dimas Wikan Pramudhito, kepada Kompas.com, Senin (7/11/2016).

Cakupan beragam langkah tersebut mulai dari perubahan model pembelian bahan bakar, pengoperasian pembangkit listrik milik sendiri untuk mendukung operasional produksi, hingga pengembangan jenis produk.

Khusus untuk produk emas yang masih menjadi bisnis utama perusahaan, misalnya, Antam mengembangkan produknya tak lagi sebatas emas batangan. Ke depan, perusahaan ini juga berencana merambah ke ranah perhiasan.

"Ada inovasi lebih lanjut seperti peluncuran emas batangan bermotif batik hingga pembukaan butik," ungkap Direktur Pemasaran Antam, Hari Widjajanto, beberapa waktu lalu.

(Baca juga: Ekonomi Gonjang-ganjing, Sebaiknya Investasi Emas atau Saham?)

Peningkatan jumlah pembeli saham perusahaan ini bisa jadi salah satu tolok ukur hasil upaya yang sudah dilakukan. Pada 2015, ujar Dimas, pemegang saham Antam mencapai 13.000 orang. Setahun kemudian, jumlah ini meningkat menjadi 37.000 orang.

Terlebih lagi, saham berkode ANTM tersebut juga masuk dalam daftar Indeks LQ-45. Saham perusahaan dalam jajaran ini biasanya punya tingkat transaksi tinggi sehingga likuiditas cukup baik. Total aset pun umumnya berharga tinggi.

Selain pertimbangan di atas, investor dapat pula menilik 10 perusahaan yang mendapat peredikat The IDX Best Blue dari BEI.

Penghargaan ini menjadi salah satu standar bahwa perusahaan tersebut telah dikenal di pasar modal sebagai kumpulan saham yang paling likuid ditransaksikan oleh investor. Antam, salah satunya, ada dalam deretan tersebut.

Jika perusahaan yang diinvestasikan sudah punya reputasi baik, keuntungan investasi saham tentunya lebih menjanjikan. Bekal untuk hidup mapan di masa depan pun kian dekat.

Siap berinvestasi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com