Tren global vs realita
Harga minyak dunia perlahan terangkat setelah organisasi negara produsen dan pengekspor minyak (OPEC) sepakat memangkas kuota produksi pada Rabu (28/9/2016). Bloomberg menyebutkan, harga emas hitam sudah naik sekitar 17 persen hingga pekan kedua Desember 2016.
Meski demikian, kenaikan harga masih jauh dari level yang pada Juni 2014 masih di atas 100 dollar AS per barrel. Proyeksi terdekat, banderol minyak bisa naik hingga kisaran 65 dollar AS per barrel, itu pun paling cepat terjadi pada Mei 2017, jika semua anggota OPEC menjalankan kesepakatan soal kuota.
Pada 2017, investasi global ke sektor hulu migas global diperkirakan tumbuh 3 persen dibandingkan pada 2016, menjadi kisaran 450 miliar dollar AS.
"Namun, itu pun masih 40 persen di bawah investasi pada 2014," kata Andrew Harwood, Direktur Riset Asia Pasifik Wood Mackenzie untuk industri ini, seperti dikutip The Jakarta Post pada Rabu (14/12/2016).
Sudah begitu, Indonesia punya tantangan tambahan, yaitu “jaminan” birokrasi yang ramah investasi.
"Bagaimana pun, investor mencari kepastian hukum dan kebijakan yang merangsang invesasi. Saya pikir, di area ini Indonesia jatuh," ujar Harwood.
migas semestinya terbentang. Sejumlah kebijakan sudah dikeluarkan pemerintah untuk itu.
Bila faktor tersebut teratasi, potensi Indonesia mendatangkan investor—sebagai jawaban untuk kebutuhan biaya dan teknologi tinggi—di sektor hulu(Simak juga: VIP “Cost Recovery, Simalakama Migas Indonesia")
Lagi-lagi, fakta bicara beda. Data SKK Migas per akhir November 2016 mendapati, investasi ke sektor hulu migas tercatat 10,43 miliar dollar AS. Namun, sebagian besar investasi itu masih untuk produksi lanjutan di wilayah kerja yang sudah berproduksi.
Pada posisi harga minyak masih di bawah 60 dollar AS per barrel, lanjut dia, perusahaan migas cenderung lebih banyak melakukan kegiatan perawatan sumur (well service) dan kerja ulang (work over) pada sumur-sumur produksi yang ada ketimbang meningkatkan eksplorasi.
Tentu investasi akan semakin tidak menarik bila harga jual masih rendah, risiko kegagalan eksplorasi juga tinggi, masih ditambah dengan tantangan birokrasi. Harwood tak menampik reformasi birokrasi sudah terjadi, tetapi belum secepat yang diharapkan.
Sependapat dengan Harwood, Ketua Komite Tetap hubungan Kelembagaan dan Regulasi Bidang Energi dan Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Firlie Ganinduto, menyatakan investasi ke sektor ini akan tetap suram tanpa ada kepastian hukum dan kebijakan.
"Pada dasarnya, mereka semua (investor) ingin berinvestasi dalam rencana jangka panjang, setidaknya untuk sekitar 10 sampai 20 tahun. Tapi sulit untuk meyakinkan mereka jika kita mengubah peraturan setiap kali ada presiden baru atau bahkan menteri baru," kata Firlie, seperti dikutip The Jakarta Post.
Secercah kabar baik