Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malam Tahun Baru, Sri Mulyani Cek Layanan "Tax Amnesty"

Kompas.com - 01/01/2017, 16:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Lantai dua Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Kuangan (Kemenkeu) di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, tempat pelayanan tax amnesty, sudah mulai lengang sejak pukul 19.00 WIB. 

Sabtu (31/12/2016) merupakan hari terakhir periode kedua program amnesti pajak. Sekitar pukul 22.00 WIB, hanya terlihat beberapa orang peserta tax amnesty yang masih berada di ruang viewer, kubikel, dan penelitian surat pernyataan harta (SPH).

Di meja paling depan, tempat orang-orang bisa mengambil nomor antrean, petugas jaga masih menunggu hingga pukul 24.00 WIB.

Arief, salah seorang petugas jaga, menuturkan, nomor antrean melebihi 1.000. Sebanyak 936 nomor di antaranya merupakan antrean kuasa, dan 95 nomor merupakan antrean pribadi.

Kata Arief, antrean kuasa adalah pemegang kuasa dari wajib pajak yang hendak menyampaikan SPH.

Lantaran kesibukan, ketiadaan waktu luang, atau alasan lain, calon peserta tax amnesty umumnya memberikan kuasa kepada konsultan pajak, pegawai mereka, atau pihak lain untuk mengurus pengampunan.

Sementara itu, antrean pribadi adalah orang pribadi yang menyerahkan sendiri SPH di kantor pelayanan tax amnesty, baik untuk kewajiban pajak pribadi maupun badan.

Di samping Arief, ada Linda yang menilai bahwa pada periode kedua ini, orang-orang lebih paham soal persyaratan yang perlu dibawa.

Yusi yang juga kebagian tugas jaga bersama Arief dan Linda menambahkan, kalau persyaratannya sudah lengkap, biasanya tidak butuh waktu lama untuk proses selanjutnya, yakni di ruang viewer.

Di situ, seluruh dokumen yang sudah lengkap dibawa, termasuk bahwa softcopy dipastikan bisa dibuka. Kalau proses lancar, setidaknya hanya butuh waktu kurang dari tiga menit untuk pengecekan dokumen.

Namun, menurut petugas viewer, Valid, ada juga satu-dua orang yang ternyata masih kurang menyertakan lampiran atau dokumen pendukung.

Biasanya mereka pulang untuk mengambil lampiran atau dokumen pendukung yang kurang. Namun, tak sedikit pula yang memilih menelepon orang yang ada di rumah untuk mengantarkannya ke kantor pelayanan.

Secara keseluruhan, ada 21 viewer di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu. Namun, jika semua sudah lengkap, maka peserta atau pemegang kuasa bisa langsung menuju ke ruang kubikel dan selanjutnya ke tempat penelitian SPH.

Proses penelitian SPH, kata Valid, relatif lebih lama, yakni 15 menit-20 menit. Sebab, selain mengecek kelengkapan dokumen dan lampiran, petugas juga melihat nilai yang dilaporkan dan mencocokkannya dengan bukti dokumen dan lampiran.

Selain itu, para petugas juga mengecek apabila ada tunggakan pajak dari peserta tax amnesty. Secara keseluruhan ada 47 tempat penelitian SPH di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.

Sesuai dengan instruksi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mereka membuka pelayanan hingga pukul 24.00 WIB.

Menurut pantauan Kompas.com, meskipun suasana di kantor pelayanan pusat sudah lengang, para petugas tax amnesty masih lengkap berada di meja masing-masing.

Hingga sekitar pukul 22.30 WIB, tiba-tiba sesosok wanita dengan setelan kemeja putih bercelana panjang hitam tiba di lantai dua kantor tersebut dan menyapa satu per satu para petugas.

Tak lain, sosok familiar itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati atau yang akrab disapa Ani. Ani yang masuk dari lobi timur gedung pusat itu ingin mengecek pelayanan tax amnesty pada hari terakhir periode kedua, yang bertepatan dengan malam pergantian tahun.

Selain memberikan dukungan kepada para petugas, Ani juga menyapa para peserta tax amnesty atau pemegang kuasa SPH.

Bahkan, kepada peserta yang memintanya foto bersama, Ani berbalik meminta agar setelah diampuni, mereka ke depan bisa lebih patuh membayar pajak.

“Nanti setelah ikut tax amnesty ini, tetap membayar pajak rutin lho ya. Jangan dikira sudah ikut tax amnesty, (lantas) enggak patuh lagi,” kata Ani, disambut ucapan sepakat dari peserta.

Bukan Ani namanya jika tidak ingin efisien. Ketika melihat salah seorang pemegang kuasa SPH yang kepayahan lantaran masih memiliki banyak tanggungan yang harus dilaporkan, ia pun meminta petugas untuk sigap membantu pelayanan secara paralel.

Aturannya, seorang pemegang kuasa bisa melaporkan dua SPH dengan satu nomor antrean. Kebetulan pemegang kuasa tadi menanggung laporan enam SPH, yang artinya harus tiga kali melalui proses dari meja antrean, viewer, kubikel, sampai tempat penelitian SPH.

Melihat suasana yang sudah lengang, Ani pun meminta agar proses dilakukan secara paralel sehingga enam SPH bisa melalui penelitian bersamaan.

“Kalau sudah tidak banyak yang antre, ini dilayani saja ya. Kasihan nanti petugasnya juga, kalau kemalaman mau jam berapa selesai,” kata Ani.

“Atau nanti kalau lewat hari, kenanya sudah lima persen lho, Bu (tarifnya),” seloroh Ani kepada pemegang kuasa itu.

“Wah jangan, Bu, he-he-he. Ini saya boleh ya, Bu, ambil nomor antrean langsung?” tanya pemegang kuasa tersebut diamini Ani.

Selain memastikan pelayanan berjalan lancar dan efisien hingga periode kedua berakhir, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun dengan semangat meladeni satu per satu permintaan foto, baik dari peserta, petugas, maupun juru warta.

Sementara itu, mengenai resolusinya pada tahun 2017, Ani sangat berharap kondisi Indonesia tahun 2017 jauh lebih baik dibandingkan tahun 2016.

“Untuk pribadi (resolusinya) menjadi manusia yang lebih bijaksana,” katanya singkat, diamini pegawai pajak dan pewarta.

Kompas TV "Tax Amnesty" Rangkul Pedagang Tanah Abang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com