Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Komunikasi Pemasaran dan "Public Relations" Kopi Lokal

Kompas.com - 11/01/2017, 21:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Ada sejumlah saran penulis mengacu disiplin bauran ilmu komunikasi pemasaran dan public relations (hubungan masyarakat/humas). Pertama, perlunya diteruskan dan dipertahankan penerapan teori humas soal atribusi.

Bahwa, merujuk Heath (2005) dan McDermott (2009), beberapa asumsi teori atribusi Weiner dan Heider antara lain: (a) Seseorang cenderung penasaran mengenai penyebab perilaku orang lain; (b) Seseorang menggunakan suatu proses untuk menjelaskan perilaku tersebut; dan (c) Jika atribut sudah dibuat, maka atribut tersebut akan mempengaruhinya.

Dengan kata lain, teruslah membuat aneka aktivitas baik pelaku kopi tingkat hilir dan terutama pemerintah daerah guna terus munculkan atensi dan persepsi publik tentang pentingnya kopi lokal dan kedai kopi lokal.

Ciptakanlah rasa imajinasi, persepsi, hingga pengambilan keputusan dari publik, bahwa program terkait kopi --seperti sudah dicontohkan di Jawa Barat-- dikarenakan sebab tindakan yang sangat kuat.

Ini berarti, secara kehumasan, program harus beranjak dari sekedar infokan eksistensi kopi lokal (kuantitas maupun kualitas) ke program sosialisasi bahwa kopi lokal memiliki banyak keunggulan dari kopi impor --yang kini kian murah berkat munculnya gerakan hulu/hilir terkait kopi tadi.

Dengan kultur masyarakat Indonesia mayoritas price sensitive, pada titik ini disampaikan bahwa menikmati kopi lokal di kedai kopi lokal jelas lebih ramah kantong namun kualitas kopi yang dirasakan setara bahkan lebih enak dari mereguk kopi impor di kedai kopi waralaba internasional.

Masyarakat, dengan teori atribusi ini, perlu digugah kesadaran bahwa menikmati kopi lokal adalah menyepakati banyak contoh gerakan cinta kopi lokal yang memang bertumpu pada sisi produk nyata lebih enak dengan harga lebih terjangkau.

Kedua, mengacu pada teori komunikasi pemasaran, bahwa keputusan pembelian berasal dari pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan di akhir perilaku pasca-pembelian.

Dan pada hari-hari ini, saat era digital kekinian, maka konsumen lebih-lebih percaya dengan informasi yang diberikan orang terdekat karena dirasa akurat dan terpercaya. Sebab, komunikasi mulut ke mulut cenderung keluar alami dan jujur sehingga meneguhkan proses pembelian.

Zaman membuat konsep mulut ke mulut tersebut kini sudah banyak berganti menjadi electronic word of mouth (EWOM) --yang kita semua sudah sering terlibat di dalamnya-- berbentuk percakapan pada grup pesan instan/media sosial/blog/forum daring dan seterusnya.

Ada tiga dimensi terkait EWOM yakni intensity/seberapa sering membicarakan produk, valence of opinion/pendapat konsumen baik positif atau negatif mengenai produk, serta terakhir content/isi informasi situs jejaring sosial berkaitan produk (Goyette et al (2010: 11)

Karenanya, ketika media internet membuat konsumen bisa dengan mudah berbagi informasi pengalamannya atas suatu produk, dan atau konsumen mudah mencari informasi, maka tiga dimensi tadi harus dipastikan dalam fase berkualitas.

Bagi penulis, ini menjadi tugas penta helix (komunitas kopi, pebisnis, pemerintah, akademisi, hingga media massa) untuk sebanyak mungkin memproduksi konten konstruktif terkait kopi lokal di tanah air yang tengah bergairah ini.

Bagaimana bisa memunculkan valence of opinion EWOM positif sekira content minim? Tak mungkin terjadi valence of opinion EWOM apabila content sudah ada namun sebaran intensity-nya masih kurang. Bila hal ini bisa terjadi utuh berkat kerja sama penta helix tadi, maka brand image positif dan lebih unggul menjadi sebuah keniscayaan.

Akhir kata, dengan dua strategi tersebut, mari bersama jadikan kopi lokal dan kedai kopi lokalnya tumbuh menjadi kerangka rujukan konsumen. Rujukan di mana konsumen menempatkan merek pada citra utama, sehingga tren sekarang bisa terjaga lama --seawet banyak kedai kopi lokal peranakan di Indonesia. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com