Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Komunikasi Pemasaran dan "Public Relations" Kopi Lokal

Kompas.com - 11/01/2017, 21:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

DALAM tiga tahun terakhir, geliat kopi lokal di tanah air masif terjadi. Terutama pada kantong utama masyarakat urban, khususnya di Jakarta dan Bandung, ada denyut berkelanjutan di sana, baik dari sisi hulu hingga budaya pop.

Pernahkah kita merasakan, betapa posisi barista melesat naik daun, sehingga muncul keinginan generasi milenial untuk berlomba kursus menjadi barista. Ini sejalan munculnya berbagai produk ekonomi kreatif seperti film hingga laman terkait kopi.

Barista mutakhir bukanlah sekedar tukang kopi, ada definisi baru atas prestise sosial darinya. Ini berimbas kompetisi barista menjadi hal yang penting; Pemenangnya sematkan bintang depan kedai kopinya sehingga terjadi afirmasi sosial.

Secara simultan, kedai kopi lokal bak cendawan di musim penghujan pada kedua kota tersebut. Jangankan jalan protokol, sudut relatif mojok pun dibuka kedai kopi dan kerennya, pengujungnya pun banyak dan betah berdiam lama di sana.

Pertumbuhan eskalatif ini pun tambah membahagiakan karena mayoritas menggunakan kopi lokal pula di sana. Dari asal Indonesia barat, tengah, hingga timur, biji kopi terbaik ditawarkan dengan harga relatif lebih terjangkau dari kedai kopi impor.

Belum dengan perdagangan daring. Dalam setahun terakhir, ditemui banyak penjual ritel kopi lokal, baik arabika, robusta, atau house blend, yang menawarkan pada lapak grup marketplace, media sosial, hingga pesan instan.

Situasi di hilir ini digenapi sejumlah aktivitas hulu oleh para elite kebijakan. Ambil contoh di Provinsi Jawa Barat, yang sepanjang periode 2014-2016, total sudah memberi gratis benih kopi hingga lima juta kepada para petani.

Akhir tahun 2016 lalu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyerahkan bantuan dua juta benih kopi kepada 130 kelompok tani dari 11 kabupaten di Jawa Barat.

Tahun 2015, dua juta benih ke 65 kelompok tani di 11 kabupaten. Sedangkan tahun 2014, diserahkan satu juta benih kopi ke kelompok tani di enam kabupaten. Tahun 2017, ditargetkan lima juta benih kopi sehingga total 2014-2017 diberikan 10 juta benih kopi.

Rerata kopi diberikan jenis Arabika dengan dua jenis varietas. Pertama, varietas Sigara Lembang yang bisa ditanam di atas ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (dpl). Kedua, varietas Lini S795 yaitu diperuntukan ditanam ketinggian 700-1.200 meter dpl.

Mengapa "seagresif" ini? Tentu saja selain karena geliat sisi hilir seperti dijelaskan dalam prolog tadi, juga karena terkait efek produktivitas dari benih kopi yakni satu juta benih kopi bisa menciptakan 1.000 lahan hektar tanaman kopi baru.

Dengan eksisting lahan kopi 37.265 hektar, dan 5.000 hektar baru (dari lima juta benih kopi tadi), hal ini penting dalam upaya raihan target kuantitatif lahan kopi di Jabar seluas 200.000 hektar per 2029. Bayangkan berapa banyak tenaga kerja terlibat!

Sisi kuantitas ini menjadi penting karena dengan meluasnya lahan, otomatis probabalitas munculnya kopi berkualitas meningkat sendirinya. Jadi, jika dalam ajang pameran kopi bergengsi dunia, Specialty Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat, 14-17 April 2016, kopi Jabar mengantongi enam predikat juara, maka perluasan kebun jelas menaikkan segala parameter terkait.

Komunikasi Pemasaran 

Selanjutnya, sebagai bagian masyarakat akademis konstruktif-solutif, terdapat sejumlah pemikiran terkait fenomena baik kopi ini sehingga apa yang tersaji hari ini tidaklah sekedar tren sesaat apalagi fase bubbling economy.

Ada sejumlah saran penulis mengacu disiplin bauran ilmu komunikasi pemasaran dan public relations (hubungan masyarakat/humas). Pertama, perlunya diteruskan dan dipertahankan penerapan teori humas soal atribusi.

Bahwa, merujuk Heath (2005) dan McDermott (2009), beberapa asumsi teori atribusi Weiner dan Heider antara lain: (a) Seseorang cenderung penasaran mengenai penyebab perilaku orang lain; (b) Seseorang menggunakan suatu proses untuk menjelaskan perilaku tersebut; dan (c) Jika atribut sudah dibuat, maka atribut tersebut akan mempengaruhinya.

Dengan kata lain, teruslah membuat aneka aktivitas baik pelaku kopi tingkat hilir dan terutama pemerintah daerah guna terus munculkan atensi dan persepsi publik tentang pentingnya kopi lokal dan kedai kopi lokal.

Ciptakanlah rasa imajinasi, persepsi, hingga pengambilan keputusan dari publik, bahwa program terkait kopi --seperti sudah dicontohkan di Jawa Barat-- dikarenakan sebab tindakan yang sangat kuat.

Ini berarti, secara kehumasan, program harus beranjak dari sekedar infokan eksistensi kopi lokal (kuantitas maupun kualitas) ke program sosialisasi bahwa kopi lokal memiliki banyak keunggulan dari kopi impor --yang kini kian murah berkat munculnya gerakan hulu/hilir terkait kopi tadi.

Dengan kultur masyarakat Indonesia mayoritas price sensitive, pada titik ini disampaikan bahwa menikmati kopi lokal di kedai kopi lokal jelas lebih ramah kantong namun kualitas kopi yang dirasakan setara bahkan lebih enak dari mereguk kopi impor di kedai kopi waralaba internasional.

Masyarakat, dengan teori atribusi ini, perlu digugah kesadaran bahwa menikmati kopi lokal adalah menyepakati banyak contoh gerakan cinta kopi lokal yang memang bertumpu pada sisi produk nyata lebih enak dengan harga lebih terjangkau.

Kedua, mengacu pada teori komunikasi pemasaran, bahwa keputusan pembelian berasal dari pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan di akhir perilaku pasca-pembelian.

Dan pada hari-hari ini, saat era digital kekinian, maka konsumen lebih-lebih percaya dengan informasi yang diberikan orang terdekat karena dirasa akurat dan terpercaya. Sebab, komunikasi mulut ke mulut cenderung keluar alami dan jujur sehingga meneguhkan proses pembelian.

Zaman membuat konsep mulut ke mulut tersebut kini sudah banyak berganti menjadi electronic word of mouth (EWOM) --yang kita semua sudah sering terlibat di dalamnya-- berbentuk percakapan pada grup pesan instan/media sosial/blog/forum daring dan seterusnya.

Ada tiga dimensi terkait EWOM yakni intensity/seberapa sering membicarakan produk, valence of opinion/pendapat konsumen baik positif atau negatif mengenai produk, serta terakhir content/isi informasi situs jejaring sosial berkaitan produk (Goyette et al (2010: 11)

Karenanya, ketika media internet membuat konsumen bisa dengan mudah berbagi informasi pengalamannya atas suatu produk, dan atau konsumen mudah mencari informasi, maka tiga dimensi tadi harus dipastikan dalam fase berkualitas.

Bagi penulis, ini menjadi tugas penta helix (komunitas kopi, pebisnis, pemerintah, akademisi, hingga media massa) untuk sebanyak mungkin memproduksi konten konstruktif terkait kopi lokal di tanah air yang tengah bergairah ini.

Bagaimana bisa memunculkan valence of opinion EWOM positif sekira content minim? Tak mungkin terjadi valence of opinion EWOM apabila content sudah ada namun sebaran intensity-nya masih kurang. Bila hal ini bisa terjadi utuh berkat kerja sama penta helix tadi, maka brand image positif dan lebih unggul menjadi sebuah keniscayaan.

Akhir kata, dengan dua strategi tersebut, mari bersama jadikan kopi lokal dan kedai kopi lokalnya tumbuh menjadi kerangka rujukan konsumen. Rujukan di mana konsumen menempatkan merek pada citra utama, sehingga tren sekarang bisa terjaga lama --seawet banyak kedai kopi lokal peranakan di Indonesia. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com