Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa TKA China Ilegal Berkali-kali Lolos Masuk Indonesia?

Kompas.com - 13/01/2017, 06:45 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal asal China kembali ramai menjadi sorotan.

Pasalnya, ditemukan 18 orang TKA ilegal asal China menempati sebuah lahan penambangan emas di Kampung Cihideung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (10/1/2017).

Ketua Umum Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan, persoalan TKA sudah pihaknya sampaikan berkali-kali sejak pertengahan 2016.

"Sudah kami sampaikan berkali-kali sejak pertengahan 2016 lalu terkait dengan serbuan TKA asal China yang ilegal ini," ujar Mirah saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (12/1/1017).

Dia menegaskan, ketika bicara soal TKA ilegal bukan soal jumlah satu, dua atau ribuan orang, tetapi bagaimana pengawasan pemerintah terkait TKA ilegal hingga akhirnya bisa lolos.

Menurut Mirah, ada beberapa kesalahan pada kebijakan pemerintah terkait maraknya ditemukan TKA ilegal.

Pertama, dalam hal penerapan kebijakan yang berkaitan dengan bebas visa terhadap 169 negara. 

Kedua, revisi peraturan Menteri Tenaga Kerja yang menghilangkan kewajiban TKA untuk berbahasa Indonesia. 

Ketiga, revisi tentang rasio 1 banding 10 untuk jumlah TKA dibanding jumlah pekerja lokal di satu badan usaha.

Mirah menambahkan, kejadian ditemukannya TKA asal China di Bogor merupakan akumulasi bagian dari sebuah peristiwa yang terus-menerus dan sudah ada kasus per kasus.

Dirinya mempersoalkan ketika ada TKA asal China bisa mengetahui ada lokasi penambangan yang letaknya terpencil.

"Yang menjadi pertanyaan besar adalah ketika TKA ilegal asal China kok tahu ada sebuah penambangan emas terpencil disebuah hutan di Bogor.  Kok mereka tahu?" katanya.

"Kami menduga ada oknum-oknum mafia ada oknum-oknum yang bermain. Saya tidak tahu apakah itu aparat atau pejabat yang bermain."

Revisi Kebijakan 

Dengan akumulasi kasus per kasus itu, pihaknya meminta kepada pemerintah agar segera melakukan evaluasi terkait kebijakan bebas visa kepada 169 negara.

"Jadi bagi negara-negara yang telah melakukan pelanggaran dicabut saja entah itu nanti Jepang, China atau dari Amerika Serikat sekalipun kalau sering melakukan pelanggaran atas kunjungan bebas visa ini. Dicabut dan jangan diberlakukan kembali," tegasnya.

Mirah menegaskan, selanjutnya yang perlu dikembalikan ialah syarat kewajiban berbahasa Indonesia terhadap TKA. "Karena TKA harus tahu budaya Indonesia dan budaya itu masuknya melalui bahasa," tegas dia.

Selain itu, terkait dengan rasio 1 banding 10 yang dihilangkan perlu dikembalikan lagi artinya pemberi kerja yang mempekerjakan satu orang TKA harus menyerap sekurang-kurangnya 10 orang tenaga kerja Indonesia.

"Saya menyorotinya lebih di level kebijakan, direvisi dan dievaluasi kembali kalau memang tidak menguntungkan dan banyak persoalan," pungkasnya.

Kompas TV Tak Punya Dokumen Resmi, 18 TKA Ditangkap

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com