Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rezim "Cost Recovery" Berakhir, Selamat Datang Skema "Gross Split"

Kompas.com - 19/01/2017, 12:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Rezim pengembalian biaya operasi atau cost recovery untuk kontraktor minyak dan gas akhirnya resmi berakhir dan digantikan dengan skema gross split.

Pada Rabu (18/1/2017) pemerintah merilis Permen ESDM No 8/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Permen ESDM ini berlaku mulai 16 Januari 2017.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, dengan skema gross split, pemerintah bisa mengurangi beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sebab, biaya operasi tak lagi dibebankan ke negara, tapi ke kontraktor migas.

Berkaca dari tahun 2016, pagu cost recovery sebenarnya 8,4 miliar dollar AS, tapi membengkak menjadi 11,4 miliar dollar AS.

Dengan demikian, tanpa cost recovery, APBN tak terganggu lagi. Di sisi lain. kontraktor  mendapatkan keuntungan besar jika bisa melakukan efisiensi. Selain itu dengan terbitnya aturan ini, pemerintah bisa mendorong minat investasi hulu migas.

(Baca: Skema Gross Split Belum Tentu Bikin Industri Migas Lebih Menarik)

"Proses perizinan investasi tidak harus menunggu setahun, dua tahun karena perlu persetujuan SKK Migas," kata Jonan dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (18/1/2017).

Selain memangkas perizinan, masuknya investasi juga didorong tingginya harga minyak. Aturan gross split ini menyebutkan, ketika harga minyak rendah, bagi hasil kontraktor tinggi.

Menurut Jonan, jika harga naik terus, investasi semakin besar. Kalau harga turun seperti akhir tahun 2014 hingga sampai 27 dollar AS per barel, gairahnya turun juga.

"Kita tidak bisa apa-apa, karena harga migas ditentukan pasar global, kami bantu dari regulasi sesuai arahan Presiden untuk membuat regulasi yang bisa membuat investasi semakin baik," jelas Jonan.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengklaim, simulasi memakai skema gross split dengan memakai kontrak bagi hasil plus cost recovery sudah dilakukan terhadap 10 kontraktor migas.

"Melalui skema gross split seolah-olah bagi hasil negara rendah. Namun saat menggunakan cost recovery bagi hasil negara yang masih dipotong cost recovery juga, jadi hanya 45 persen," kata dia.

(Baca: "Cost Recovery", Simalakama Migas Indonesia?)

Tantangan Berat

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Tbk, Dwi Soetjipto mengatakan, skema gross split sebenarnya tantangan yang cukup berat bagi operator blok migas.

Ia memberi contoh Blok Offshore North West Java (ONWJ), jika dihitung secara kasar bagi hasil Pertamina justru kurang.

"Pertamina akan melakukan efisiensi agar menutup kekurangan pendapatan yang seharusnya didapat," katanya.

Sementara itu, Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan, pihaknya belum bisa memberi kepastian soal efektivitas aturan itu. Apakah bisa mendatangkan investasi hulu migas.

"Kita lihat reaksi pasar saat ada tender blok migas," ungkap dia.

(Baca: 5 Hal yang Perlu Diketahui Tentang Cost Recovery Bagian I)

Menurutnya, angka-angka dalam aturan gross split tak berdiri sendiri, harus ada hal lain yang diubah. "Itu kewenangan pemerintah," tandas Marjolijn. (Febrina Ratna Iskana)

Kompas TV Proyek Migas Masela Mundur ke 2020

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com