JAKARTA, KOMPAS.com - Surat Utang Negara (SUN) merupakan salah satu instrumen investasi yang aman karena dijamin oleh pemerintah sehingga risiko gagal bayarnya kecil.
Bagi pemerintah, SUN merupakan salah satu sumber pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di beberapa negara maju seperti Jepang, masyarakatnya justru sangat senang berinvestasi di surat utang negara.
Selain jaminan aman, investasi di instrumen ini menjadi salah satu bentuk partisipasi konkret masyarakat dalam pembangunan.
Sayangnya, di Indonesia, animo masyarakat terhadap surat utang relatif kurang tinggi. Kenapa?
"SUN ini barang bagus yang kurang diapresiasi. Kenapa? Banyak masyarakat kita yang keliru dalam melihat utang," kata Direktur dan Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat, di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
"Kalau diterbitkan statistik utang baru, mereka rewel, 'Ah, pemerintah ini kerjanya ngutang saja'," kata dia lagi.
Padahal, memang pemerintah memilih kebijakan pembiayaan defisit dalam APBN. Apabila tidak utang, kata Budi, maka rencana-rencana belanja tidak akan terealisasi.
Toh, Indonesia memiliki aturan dalam defisit APBN, yang menunjukkan batas aman, yakni tidak lebih dari tiga persen dari produk domestik bruto.
Lantas pertanyaannya, apakah utang tersebut digunakan untuk belanja produktif?
Budi menjelaskan, pemerintah dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Ani) melanjutkan reformasi fiskal baik dari sisi belanja maupun penerimaan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.