Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Asemka, Lapak Bisnis Menggiurkan bagi WNA Ilegal? (Bag 1)

Kompas.com - 24/01/2017, 06:38 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deretan gedung ruko-ruko berlantai dua dan lapak-lapak pedagang kaki lima di wilayah Pasar Pagi atau yang dikenal Pasar Asemka, telah menjadi magnet bagi masyarakat umum dalam memburu berbagai aksesoris, peralatan sekolah hingga mainan anak-anak.

Beratapkan jalan layang jembatan lima dan terik sinar matahari, setiap harinya tak menyurutkan minat para pedagang dalam meraup pundi-pundi rupiah di tanah bersejarah itu.

Semasa kolonial Belanda lalu, kawasan Asemka merupakan bagian dari kawasan pecinan di Batavia. Kala itu komunitas Tionghoa datang dan menempati wilayah Kali Besar, hingga akhirnya gelombang masyarakat Tionghoa terus bertambah secara bertahap dan menyebar.

Hingga kini hiruk pikuk pembeli di Pasar Asemka tak pernah surut. Letaknya yang strategis di wilayah barat Ibukota Jakarta menjadi daya tarik bagi pelaku usaha.

Seperti bisnis aksesoris di Pasar Asemka, satu toko besar dapat mencapai Rp 100 juta per hari atau Rp 3 miliar per bulan.

Namun, salah satu penjual yang telah lama di Asemka, Dira, mengungkapkan saat ini usaha di kawasan tersebut mulai dihantui dengan persaingan tidak sehat.

Dugaannya ialah ada sejumlah Warga Negara Asing (WNA) asal China yang membuka toko-toko aksesoris secara masif di kawasan Pasar Asemka. Mereka mendatangkan produk-produk jualannnya dari China.

Salah satu indikasinya, banyak pedagang yang baru datang tidak dapat berbicara bahasa Indonesia.

Tidak hanya itu, para WNA asal China juga menjajakan barang jualannya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan pedagang lokal. Tak pelak hal ini menjadi daya tarik konsumen untuk lebih memilih produk aksesoris dengan harga terjangkau walau produk impor sekalipun.

Imbas langsungnya adalah penurunan omzet para pedagang-pedagang kecil aksesoris di Pasar Asemka. Sebelum datang pedagang yang merupakan WNA, omzet para pedagang Rp 5.000.000 per hari, kini tinggal Rp 250.000 sampai Rp 300.000 per hari.

"Di sini ada satu, dua, tiga (toko) pelanggar benar, bahasa saja nggak bisa, coba saja datang tanya, ajak bicara bosnya, paling anak buahnya yang melayani," ucap Dira saat ditemui Kompas.com di Pasar Asemka, Jakarta Barat.

Berbekal informasi awal tersebut, Kompas.com langsung menelusuri ke lokasi toko yang di indikasikan milik WNA asal China. Terletak di Jalan Pintu Besar Selatan 1 Pasar Asemka, toko tesebut persis di sisi jalan dengan ukuran 5x7 meter persegi, berbagai aksesoris kaum hawa pun terpajang dengan rapi, mulai dari kalung, gelang, bros hingga anting.

Kompas.com kemudian masuk pada toko tersebut, dan menanyakan harga aksesoris kalung yang dijual. "Ini kalung berapa harganya?," tanya Kompas.com.

Pemilik toko menjawab, "Seratus," dengan intonasi dan logat yang tak biasa berbahasa Indonesia.

Ddia pun tak menjelaskan seratus itu dalam nominal perak atau ribuan. Kompas.com kemudian bertanya lebih lanjut, "Seratus berapa? Satu lusin?," tanya Kompas.com lagi.

Pemilik toko tak memberi jawaban, namun hanya menganggukan kepala.

Melihat percakapan itu, salah satu karyawan langsung membantu. Karyawan: "Iya itu Rp 100.000 per satu lusin dan beda jenis beda harga," jelas karyawan itu kepada Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com