Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proteksionisme AS Bakal Untungkan Negara Berkembang

Kompas.com - 25/01/2017, 07:46 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

NEW YORK, KOMPAS.com — Kebijakan proteksionisme yang diyakini bakal diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump memang terdengar merugikan banyak pihak dan negara.

Akan tetapi, kebijakan ini pun di sisi lain diyakini bakal menguntungkan negara berkembang yang bergantung pada ekspor.

Jordi Visser, kepala investasi di Weiss Multi-Strategy Advisers, menuturkan, resiliensi ekonomi datang dari permintaan domestik.

Kebijakan proteksionisme AS diyakininya bakal memberikan insentif yang kuat bagi negara-negara berkembang untuk melakukan reformasi yang diperlukan guna menggenjot produktivitas, pertumbuhan upah, dan konsumsi di dalam negeri.

"Untuk semua negara berkembang, khususnya China, (kebijakan) ini mendorong mereka untuk melanjutkan reformasi struktural, ini akan sangat positif," ujar Visser seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (25/1/2017).

Dalam kasus China, diharapkan bakal ada upaya berkelanjutan untuk reformasi di sisi pasokan. Selain itu, harus ada pula reformasi BUMN dan sistem pensiun.

Perdagangan dunia mengalami stagnansi dalam beberapa tahun terakhir dan belum pernah pulih hingga ke level sebelum krisis finansial global.

Kondisi ini memberi tekanan kepada negara-negara berkembang untuk menerbitkan kebijakan-kebijakan domestik yang menantang secara politis, seperti pemberantasan korupsi, peningkatan kekuatan sistem yudisial, pembangunan infrastruktur, serta memperkuat provisi layanan kesehatan dan pensiun sehingga rumah tangga memiliki keyakinan untuk berbelanja.

"Apa yang dilakukan Donald Trump adalah membuat setiap negara menyadari bahwa mereka harus melakukan hal-hal itu (reformasi struktural)," kata Visser.

Pada hari pertamanya bekerja sebagai presiden, Trump meneken surat perintah mengenai keluarnya AS dari keanggotaan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).

Ia pun menyatakan kepada para pimpinan dunia usaha bahwa ia akan mengenakan tarif pajak yang amat tinggi bagi perusahaan yang "membawa lari" lapangan kerja dari AS.

Perang dagang apa pun yang menciptakan pergolakan di pasar global dapat memukul minat investor terhadap negara-negara berkembang.

Rencana stimulus fiskal Trump dan batasan impor dapat memacu inflasi dan ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS. Akibatnya, dollar AS mengalami penguatan. Ini membuat negara-negara berkembang harus membayar kembali utang valas mereka dalam dollar AS dengan "harga" yang lebih mahal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik

Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com