Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Mengendus Dugaan Praktik Pungli di Perum Perindo Belawan

Kompas.com - 27/01/2017, 17:00 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Ditetapkan untuk biaya HPL dan HP yakni biaya pengembangan/ Develpoment Charge (DC) sebesar 4 persen dari NJOP yang berlaku /M2/tahun. Biaya SPP sebesar 2,5 persen dari NJOP/M2/tahun dan biaya administrasi perolehan awal sewa tanah sebesar 1 persen dari NJOP yang berlaku per meter.

"Penerbitan SK kenaikan itu, bagi kami tidak masuk akal. Kami mencurigai kenaikan ini untuk menekan para pengusaha," kata Zulfahri.

Dicontohkannya, sewa lahan sebelumnya Rp 4.000 per meter menjadi Rp 38.000 per meter. Ironisnya, tarif tersebut berbeda dengan yang diterapkan Kementerian Kelautan Perikanan.

Di PPSB, ada dua pengelola lahan di kawasan itu, yakni Perum Perindo dan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP).

Tarif yang diterapkan KKP hanya sekitar Rp 5.500 per meter. Ada juga biaya kompensasi yang tidak berdasar hukum.

"Aturan baru ini tidak menjaminan pengusaha untuk berinvestasi di kawasan tersebut karena kontrak baru sangat ketat dan sepihak. Kapanpun, Perum Perindo bisa ambil lahannya dalam lima tahun ini. Kalau kita usaha dengan modal Rp 60 miliar, mana balik modal dalam lima tahun,” ucap dia.

Hal senada juga dikatakan pelaku usaha lain, Gultom. Pria ini meminta Perum Perindo dibubarkan karena hanya memeras pengusaha. Selain itu, ada kebijakan tidak tertulis yang terlalu banyak merugikan pihaknya.

Pengulangan 2010

Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Perikanan Gabion Belawan (AP2GB) RB Sihombing mengatakan, persoalan yang sama pernah terjadi pada 2010 silam saat Perum Perindo menaikkan tarif sepihak.

Solusi waktu itu, disepakati apapun perubahan yang terjadi terkait sewa lahan akan dibicarakan dulu dengan para pengusaha.

"Faktanya tidak, perusahaan tetap menaikkan tarif tanpa berkomunikasi dengan kami. Kenaikan tarif mengacu pada pelabuhan lain di Indonesia, mana bisa disamakan," kata dia.

"Muara Baru misalnya, dibangun dulu baru undang investor. Kalau ini, pengusaha dulu yang membangun baru perum datang ngutip uang. Dulu rawa-rawa ini, kami yang timbun sampai jadi seperti ini, bukan perum yang buat," pungkas Sihombing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com