OJK merupakan salah satu yang mengambil inisiatif tersebut. Deputi Komisioner Manajemen Strategis OJK Slamet Edy Purnomo beberapa waktu lalu mengatakan, untuk mengakselerasi pembiayaan di sektor pertanian, OJK akan meluncurkan program Akselerasi Keuangan Sinergi dan Inklusi – Pangan atau disingkat AKSI Pangan.
“Aksi pangan ini merupakan program inisiatif OJK dan Kementerian Pertanian, bersinergi bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementerian Koperasi dan UKM, serta asosiasi dan industri jasa keuangan,” kata Edy.
Menurut dia, ada tiga fokus utama dalam program AKSI Pangan yakni peran industri jasa keuangan, skema pembiayaan rantai nilai, serta peran inovasi pangan melalui financial technology (fintech) atau perdagangan elektronik (e-commerce).
Program AKSI Pangan bertujuan antara lain untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor pertanian, memperluas akses petani ke perbankan, dan meningkatkan pemahaman industri keuangan terhadap bisnis sektor pertanian.
“Sasaran AKSI Pangan adalah 11 komoditas pangan strategis yakni padi, jagung, kedelai, daging, kakao, bawang, cabai, gula, kopi, kelapa sawit, dan karet,” kata Edy.
Untuk mengakselerasi kredit sektor pangan, OJK membuat skema pembiayaan yang melibatkan sejumlah pihak yakni bank umum sebagai kreditor; koperasi dan BPR sebagai penyalur pembiayaan (executing channel), lembaga swadaya sebagai pendamping petani (capacity building), dan asuransi sebagai penyerap risiko (penjamin).
Menurut Edy, dengan skema tersebut, risiko sektor pertanian akan berkurang. Sebab, ada asuransi yang akan membayar ganti rugi jika petani gagal panen atau tak mampu melunasi kredit.
Di sisi lain adanya pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat akan memperkecil risiko gagal panen petani. Sebab, petani akan mendapatkan pengetahuan mulai dari pemilihan bibit, pemeliharaan, hingga pascapanen dan pemasarannya.
“Dengan berkurangnya risiko, perbankan tentu akan lebih banyak menyalurkan kredit ke sektor pertanian. Apalagi, dalam skema pembiayaan AKSI Pangan, pihak pembeli juga dilibatkan sehingga seluruh produksi petani bisa terserap pasar dengan harga yang bagus,” kata Edy.
Ia menambahkan, dalam model rantai nilai pembiayaan mikro (micro financing value chain) untuk sektor pangan, pemasok bibit dan pupuk serta off taker atau pembeli juga dilibatkan. Jadi, kredit untuk petani tidak disalurkan dalam bentuk uang, melainkan langsung dalam bentuk bibit dan pupuk. Dengan demikian, bank mendapat jaminan bahwa kredit yang disalurkan benar-benar digunakan untuk kegiatan pertanian.
Implementasi
Sejumlah bank sejauh ini telah menerapkan model rantai nilai pembiayaan mikro untuk sektor pertanian. Bank Andara misalnya, menerapkan skema rantai nilai untuk membiayai 700 petani jagung di Bima dan Dompu Nusa Tenggara Barat.
Direktur Utama Bank Andara Darwin Wibowo mengatakan, dengan skema pembiayaan tersebut, produktivitas petani terus meningkat sehingga petani menjadi lebih sejahtera.
Pembiayaan ke sektor pertanian makin terakselerasi dengan masuknya pemain-pemain fintech ke bisnis ini. Salah satu yang cukup berkembang adalah Tanihub.
Ivan Arie Sustiawan dari Tanihub menjelaskan, pihaknya membuat aplikasi semacam marketplace yang membuat produsen dan pembeli dapat bertransaksi secara langsung. Sistem ini akan memotong rantai niaga produk pertanian yang terlalu panjang sehingga petani dapat menikmati harga yang lebih tinggi dan konsumen akhir bisa membeli dengan harga yang lebih murah.
Edy optimistis dengan sinergi berbagai pihak, program AKSI Pangan dapat terimplementasi dengan baik sehingga sektor pangan dapat berkembang pesat dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Rencananya kata Edy, program AKSI Pangan ini akan diluncurkan secara resmi oleh Presiden Jokowi dan Ketua OJK Muliaman Hadad pada Februari 2017 di Sumatera Barat. Dalam acara tersebut, juga akan dikeluarkan buku AKSI Pangan, sebagai panduan dalam pembiayaan pangan.