Kendati demikian, kredit infrastruktur tentu saja belum cukup untuk mengkompensasi perlambatan laju kredit yang hampir terjadi di semua sektor. Secara umum, penyaluran kredit tetap lemah dan tidak secepat tahun-tahun sebelumnya.
NPL naik
Kinerja intermediasi perbankan menjadi lebih parah karena di saat yang sama, bank juga meningkatkan kehati-hatiannya dalam memberikan kredit ke sektor riil.
Jadi, meskipun di satu sisi amat mengharapkan adanya permintaan kredit, namun di sisi lain, ketika permintaan kredit datang, bank justru kerap menolak permintaan tersebut.
Mengapa paradoks tersebut bisa terjadi? Itu karena kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perbankan untuk pertama kalinya menembus angka psikologis 3 persen dalam dekade terakhir.
Sejak 2013, NPL perbankan sebenarnya mulai masuk dalam tren meningkat. Namun, sampai April 2016, angkanya masih di bawah 3 persen.
Barulah pada Mei 2016, rasio NPL melewati angka 3 persen, tepatnya 3,11 persen. Angka tersebut terus meningkat dan mencapai puncaknya pada Agustus 2016 di level 3,22 persen.
Rasio NPL pada 2016 cukup tinggi karena banyak debitor yang akhirnya bangkrut dan tak mampu lagi membayar pinjaman ke bank.
Penurunan kinerja yang awalnya hanya terjadi pada korporasi besar juga mulai merembet pada perusahaan skala menengah dan bahkan usaha mikro dan kecil.
NPL merupakan salah satu persoalan yang paling ditakuti perbankan. Sebab, NPL berpotensi menyebabkan kerugian bagi bank.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.