Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keran Ekspor Dibuka, Jadi Angin Segar untuk Industri Minerba

Kompas.com - 10/02/2017, 10:30 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan terbaru di sektor mineral logam yang salah satunya terkait kebijakan membuka kembali keran ekspor bagi nikel kadar rendah dan bauksit untuk lima tahun mendatang, dipercaya dapat menjawab kebutuhan industri mineral dan batubara (Minerba) saat ini.

Ketua DPP Partai Hanura, Sudewo menilai, Pemerintah telah mengambil langkah tepat dalam upaya mewujudkan kejayaan dan kemakmuran atas hasil tambang mineral.

Pemerintah juga ingin memberikan nilai tambah sebanyak-banyaknya atau setinggi-tingginya. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas mineral.

Sadewo mengatakan, bahwa daerah-daerah penghasil tambang jangan sampai tutup dan menurun pendapatannya, pemerintah ingin mencarikan solusi yaitu menambah pendapatan serta membuka lapangan kerja.

"Jika ditelaah lebih jauh mengenai peningkatan nilai tambah itu sebenarnya telah dilakukan oleh perusahaan tambang. Peningkatan nilai tambah di penambangan adalah kegiatan pengolahan sesuai dengan ilmu pertambangan," kata Sudewo dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/2/2017).

Menurut Sadewo, Kementerian ESDM bertanggung jawab pada bagian hulu, yakni peningkatan nilai tambah di penambangan. Kemudian kegiatan pemurnian bagi kontrak karya adalah pemurnian mineral logam sesuai dengan pasal 95 huruf b.

Namun tidak bisa hanya berhenti di sana. Pemerintah juga harus memastikan produk smelter dalam negeri terserap oleh industri dalam negeri juga. Oleh karenanya dibutuhkan industri manufaktur berbasis mineral logam. Dan untuk mewujudkan itu, Kementerian Perindustrian memiliki peran yang sangat penting. Baru disitulah yang dinamakan dengan hilirisasi.

"Dari sana kita akan bisa lihat kata hilir, atau kata penghiliran, menuju ke hilir atau hilirisasi bisa bermakna menuju ke ujung, menuju akhir, proses dibagian ujung," ujar Sudewo.

Hal ini tentu menjadi tugas dan tanggungjawab Kementerian Perindustrian. Hasil pengolahan di sektor pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP diperlukan untuk mewujudkan industri logam dasar, yang mana kegiatan industri ini diluar dari kegiatan pertambangan.

Oleh karena itulah Pemerintah perlu mengatur lebih lanjut pengelolaan industri logam dasar pada sektor lain.

Saat ini investor smelter mayoritas dikuasai oleh asing, sehingga berakibat hasil output smelter di Indonesia juga tetap dijual ke Cina, Jepang atau Korea Selatan, seperti produk smelter nikel yakni nikel matte atau ferronikel yang diekspor ke Negara-negara tersebut.

"Kemudian kita mengimpor lagi dalam bentuk produk jadi yang sudah pasti lebih mahal. Jika kita ingin mendapatkan nilai tambah yang lebih besar lagi maka harus dibangun industri hilir yang siap mengolah produk smelter," ungkapnya.

Dengan adanya Industri hilir, maka pemerintah dapat mengurangi impor barang jadi berbasis mineral logam dan memperkokoh perekonomian Negara. Industri logam dasar adalah awal dari progam hilirisasi yang berbasis mineral logam, dan hingga kini belum diatur lebih lanjut sektor yang berwenang membuat regulasi.

"Jika dibagian hulu Kementerian ESDM sudah melaksanakan program peningkatan nilai tambah, selanjutnya saya mendorong Pemerintah untuk membuat road map pembangunan industri logam dasar untuk kedaulatan mineral logam di bawah Kementrian Perindustrian guna mewujudkan program hilirisasi," terangnya.

Sudewo juga mengingatkan bahwa keberhasilan Pembangunan Industri berbasis mineral logam butuh peran besar Pemerintah melalui BUMN. BUMN perlu bersatu dan hadir secara khusus untuk membangun industri logam dasar dan industri hilirnya.

Kompas TV Freeport Tawarkan 10,64% Saham kepada RI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com