Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Akar Masalah Kemelut Freeport Menurut DPR

Kompas.com - 22/02/2017, 17:30 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kisruhnya pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) sepertinya akan berjalan cukup lama. Apalagi dengan adanya pernyataan dari Presiden Direktur Freeport McMoran Inc yang menyatakan akan tetap berpegang teguh pada perjanjian lamanya yakni Kontrak Karya (KK).

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VII DPR RI, Falah Amru mengatakan, permasalahan ini berakar pada aturan mengenai kewajiban hilirisasi pertambangan dalam negeri yang tertuang dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara.

Namun, pada kenyataannya, banyak revisi peraturan menteri dan peraturan pemerintah yang akhirnya memperbolehkan PTFI untuk ekspor. Tetapi, keputusan tersebut tetap terbentur aturan lama. Sehingga PTFI tetap merasa dirugikan oleh aturan tersebut.

"Jika Permen (Peraturan Menteri) nomor 05 dan 06 direvisi sesuai Kepmen (Keputusan Menteri), maka pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) wajib melakukan pemurnian. Tetapi, akan diserang terus, karena bertentangan dengan PP 77 tahun 2014," kata Falah dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Rabu (22/2/2017).

Dengan banyaknya aturan yang bertentangan tersebut, menurutnya, tujuan kembali ke tafsir UU nomor 4 tahun 2009 tidak akan tercapai. Yaitu, menciptakan kegiatan pertambangan untuk devisa masuk dan lapangan kerja tidak akan tercapai.

"Tujuan mewujudkan industri logam dasar tidak akan tercapai dan akan berakhir pada kegagalan lagi," tambahnya.

Maka dari itu, politisi PDIP ini menyarankan, pemerintah sebaiknya tetap berpegang teguh pada UU Minerba, sehingga kepentingan dalam negeri bisa terwujud.

"Dalam BAB XIII aturan ini (UU Minerba) tegas dijelaskan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah mineral. Jika ada industri pengolahan (smelter), maka pemegang IUP dan IUPK wajib memenuhi kebutuhan industri ini," terangnya.

Kemudian, dalam BAB XXV Pasal 170 juga tegas dikatakan bahwa pemegang kontrak karya yang telah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun setelah diundangkan (2009).

"Artinya, kewajiban melakukan pemurnian hanya bagi pemegang KK seperti Freeport, PT NTT dan PT Vale. Konsentrat PT Freeport Indonesia yang kadar CU 25 persen dilebur menjadi
logam Cu 99 persen," pungkasnya.

Kompas TV PT Freeport dan pemerintah bersitegang. Hal ini terkait penolakan PT Freeport Indonesia terkait perizinan yang diusulkan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com