Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Burung Hantu, Predator Alami Tikus di Perkebunan Sawit

Kompas.com - 22/02/2017, 23:42 WIB
Estu Suryowati

Penulis

BATANGHARI, KOMPAS.com - Penggunaan zat kimia untuk mereduksi hama di perkebunan kelapa sawit, kini sudah menurun drastis. Para petani dan industri kelapa sawit kini lebih mengutamakan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT).

Cara kerja prinsip PHT ini yaitu menggunakan predator alami untuk mengusir hama yang bisa merusak tanaman kelapa sawit. Misalnya, penggunaan burung hantu (Tyto alba) untuk memangsa tikus-tikus pemakan brondolan sawit.

Penggunaan burung hantu sebagai predator alami tikus dilakukan salah satunya oleh petani sawit di KUD Subur Makmur, yang terletak di Desa Tidar Kuranji, Maro Sebo Ilir, Batang Hari, Jambi.

Kelompok tani yang tergabung dalam koperasi ini tak lain adalah petani plasma PT Inti Indosawit Subur, perusahaan perkebunan di bawah grup Asian Agri.

Ketua KUD Subur Makmur, Rosul mengatakan, tahun lalu mereka mendapat pelatihan untuk pembuatan kandang burung hantu. Program kandang burung hantu ini adalah bagian dari penggunaan premi penjualan minyak sawit lestari (premium sharing) dari grup Asian Agri kepada petani binaan.

"Sudah tiga tahun penggunaan burung hantu di perkebunan ini. Kami sudah tidak pakai klerat (sejenis pestisida) sejak lama. Untuk tahun ini, premium sharing difokuskan untuk pembuatan kandang burung hantu," kata Rosul ditemui di areal perkebunan SP2, Maro Sebo Ilir, Batanghari, Jambi.

Premium sharing yang dibagikan kepada petani plasma di KUD Subur Makmur tahun 2015 mencapai sebesar Rp 330 juta. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp 245 juta dan 2013 yang senilai Rp 220 juta.

Selain untuk program kandang burung hantu, premium sharing yang diterima petani juga dimanfaatkan untuk pelatihan, studi banding, dan kegiatan lain.

Khusus untuk tahun ini, kandang burung hantu menjadi prioritas koperasi. Sebab menurut Rosul, dengan adanya predator alami itu, para petani tak khawatir lagi dengan serangan hama tikus.

Bahkan, tak hanya tikus, burung hantu tersebut juga memangsa ular pengganggu tanaman sawit. Selain itu, berkurangnya penggunaan zat kimia di areal perkebunan juga meminimalisasi dampak buruk kerusakan lingkungan.

"Di tiap areal seluas 20 hektare kita buat dua kandang burung hantu," kata Rosul. KUD Subur Makmur terdiri dari 560 kepala keluarga dan luas lahannya mencapai 1.200 hektare.

Dengan begitu, untuk seluruh luas lahan dibutuhkan sebanyak 120 kandang burung hantu. Manajer Plasma Inti Indosawit Subur Muara Bulian, Sahala Mahulae menjelaskan, perhitungan luasan lahan itu didasarkan pada teritori yang umum untuk kawanan burung hantu dewasa.

Estu Suryowati/KOMPAS.com Petugas kebun dari PT Inti Indosawit Subur mengecek kandang burung hantu di kebun SP2, Desa Tidar Kuranji, Maro Sebo Ilir, Batanghari, Jambi, Senin (20/2/2017). Burung hantu merupakan predator alami hama tikus di kebun sawit, yang menggantikan penggunaan racun kimia.
Sahala mengatakan, burung hantu ini tergolong binatang yang tidak bisa hidup berkoloni dalam jumlah besar. Maka dari itu, biasanya setelah burung hantu menginjak dewasa, anak-anak burung hantu tersebut dipaksa oleh induk mereka mencari wilayah baru.

 

Burung hantu yang kini ada di perkebunan milik KUD Subur Makmur pun adalah burung hantu dewasa muda yang berasal dari wilayah lain. "Tadinya burung hantu itu kan di perkebunan inti, lalu beranak pinak dan yang kecil pindah mencari lahan baru," ujar Sahala.

Menurut Sahala, satu ekor burung hantu bisa memakan tikus antara tiga sampai empat ekor per hari.

Sementara itu, untuk memonitor apakah di tiap kandang masih ada burung hantu atau tidak, dalam sebulan sekali petugas kebun melakukan pengecekan dengan menggunakan monopod yang dipasangi android. "Kita lihat, kita rekam masih ada atau tidak burung hantunya," kata dia.

Sekadar informasi, pasar Eropa sangat terbuka bagi produk kelapa sawit dari perkebunan yang memenuhi prinsip keberlanjutan. Untuk mendorong perkebunan sawit berkelanjutan, Asian Agri Group membagikan premi penjualan minyak sawit berkelanjutan kepada 71 KUD di Provinsi Riau dan Jambi dengan total mencapai Rp 2,63 miliar pada 2015.

Sebanyak 71 KUD itu menanungi tak kurang dari 29.000 petani plasma yang telah memperoleh sertifikasi berkelanjutan di bidang kelapa sawit (Sustainable Palm Oil Certification). Luas laham sawit yang mereka kelola mencapai 60.000 hektare.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com