JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan berharap, harga listrik yang dihasilkan dari Energi Baru Terbarukan (EBT) memiliki tarif yang murah, agar masyarakat atau konsumen yang ada di seluruh Indonesia bisa menikmati listrik.
"Tarif listrik semakin lama harus semakin murah, kalau semakin lama semakin mahal namanya prakarya bukan bisnis," ujar Jonan di Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Jonan mengibaratkan, harga tarif listrik harus seperti industri telepon seluler (ponsel) yang semakin lama harganya semakin murah.
Pasalnya, dengan teknologi semakin berkembang, seharusnya Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik dari pembangkit EBT semakin murah, bukan semakin mahal.
Jonan kembali mencontohkan, pada 25 tahun yang lalu harga ponsel mencapai Rp 17 juta per unit. Harga tersebut sama dengan sebuah mobil mini bus pabrikan Jepang pada saat itu.
"25 tahun lalu, mobile phone Motorola baterainya sebesar ransel harganya Rp 17 juta, waktu yang bersamaan Toyota Kijang juga harganya sama," kata Jonan.
Namun, seiring berjalannya waktu, harga ponsel justru semakin murah, padahal fitur maupun kecanggihan yang ditawarkan amat beragam. Sedangkan harga mobil justru semakin meningkat.
Ponsel pabrikan Korea Selatan saat ini kata Jonan, dengan banyak fungsi harganya dikisaran Rp 10 juta. Sedangkan harga mini bus buatan Jepang di kisaran Rp 300 juta.
Kondisi ini menunjukkan, industri ponsel berhasil menekan biaya produksinya karena memanfaatkan perkembangan teknologi.
"Sekarang, Samsung yang multi fungsi Rp 10 juta, mobil Kijang Rp 300 juta. Teman-teman di EBT punya spirit seperti itu," pungkas Jonan.