Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Investasi Arab Saudi, Regulasi dan Birokrasi Harus Diperbaiki

Kompas.com - 04/03/2017, 16:15 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komitmen investasi sebesar 9,4 miliar dollar AS dari Arab Saudi masih menjadi pekerjaan rumah yang harus direalisasikan. Menurut Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati, untuk merealisasikan komitmen tersebut, pemerintah perlu melakukan berbagai percepatan.

Bahkan kalau perlu, untuk memantau kecepatannya, ia menyarankan ada gugus tugas. Dalam tataran pusat, Nina melihat biasanya pemerintah sudah memiliki perangkat kebijakan dan sistem yang lebih ringkas.

Tetapi di tataran daerah, ia berharap tidak ada ganjalan dalam merealisasikan rencana investasi Arab Saudi.

"Kita cari bupatinya yang aman. Artinya, bisa diajak kerja sama. Enggak banyak minta-minta. Amanah," kata Nina dalam sebuah diskusi on air di Jakarta, Sabtu (4/3/2017).

Nina mengatakan, komitmen investasi sebesar 9,4 miliar dollar AS ini terdiri dari 7 miliar dollar AS kesepakatan government to government (G2G), dan 2,4 miliar dollar AS kesepakatan business to business (B2B).

Investasi G2G terdiri dari komitmen investasi untuk pembangunan kilang minyak Cilacap senilai 6 miliar dollar AS, dan 1 miliar dollar AS merupakan development fund yang digunakan salah satunya untuk program perumahan. Adapun urusan swasta yang sebesar 2,4 miliar dollar AS sebagian besar untuk proyek real estate.

Menurut Nina, baik proyek pemerintah maupun swasta keduanya memiliki kendala yang sama yaitu pembebasan lahan.

Atas dasar itu, Nina berharap pemerintah tidak hanya berpangku tangan setelah penandatanganan nota kesepahaman. Tetapi, membenahi regulasi dan mempercepat birokrasi karena harus diakui kemudahan berbisnis di Indonesia masih di bawah negara-negara di kawasan.

"Jangan mengatakan 'Uang datang 9,4 miliar dollar AS gratis, kita diam-diam saja'. Enggak bisa," kata Nina.

Arab Saudi kata dia, sudah datang ke Malaysia dan dilayani dengan super hebat. Arab Saudi juga telah lama menjalin kerja sama dengan Malaysia.

"Mungkin kita harus belajar dari Malaysia bagaimana menyiapkan paket yang sudah jadi. Jadi jangan malah investor menjadi tidak suka. Sudah datang, malah direcokin. Nanti datang lagi orang dari daerah. Datang lagi orang dari pusat. Pusing kan," kata Nina.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com