Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Omzet Ratusan Juta dari Kerajinan Berbahan Kayu

Kompas.com - 08/03/2017, 20:35 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Zulfian dan Catur Sugiyono, dua pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), tak pernah menyangka bahwa kerajinan yang mereka ciptakan bisa membawanya pada kesuksesan. Berbekal bahan kayu, mereka bisa mencetak omzet ratusan juta per bulan.

"Awalnya pada 2003, saya hanya ingin memanfaatkan limbah kayu dari pabrik mebel yang ada di dekat rumah," cerita Zulfian dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (7/3/2017).

Berangkat dari niat semula itu, Zulfian lalu membayangkan bisnis itu bisa jadi peluang pemberdayaan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Sejak itu, dia mulai mencoba memproduksi kerajinan.

Kala itu, Zulfian berpikir untuk membuat bermacam-macam kotak yang bisa digunakan menyimpan berbagai barang, mulai perhiasan, tempat tisu, hingga plakat penghargaan. Kerajinan itu kemudian diberi label V&V Craft.

Berbeda dengan Catur, inspirasi pertama untuk membuat kerajinan berbahan kayu adalah membuat topeng cat. Dimulai sejak 1996, dia nekat menjalankan usaha dengan modal Rp 1,5 juta.

Kebetulan, bahan bakunya mudah didapat di sekitar tempat tinggalnya dulu, di kawasan Jogonalan, Bantul-Yogyakarta.

Kerajinan yang dibuat Catur cenderung berbeda dengan topeng kayu ciptaan perajin lain. Catur turut mengaplikasikan kelihaiannya membatik pada kayu. Kini, kerajinan itu lebih dikenal dengan batik kayu.

"Selain topeng, kami membuat pigura, patung, dan juga tongkat. Daya tarik ada pada motif batik yang atraktif tetapi terkesan klasik," ujar Catur.

Sama dengan Zulfian, Catur juga sudah memiliki label dagang sendiri, yaitu Catur Batik Wood. Bisnis itu kemudian berkembang dengan cepat. Kini, ia sudah memiliki beberapa outlet yang tersebar di Jakarta dan Bali.

Telkom Indonesia Pelaku UMKM Catur Batik Wood, Catur Sugiyono berpose dengan produk kerajinan topeng batik kayu di salah satu outlet handycraft Batik Wood di kawasan Thamrin, Jakarta.

"Dua tempat di Sarinah-Thamrin, Jakarta Pusat. Lalu dua lagi ada di terminal E dan D Bandara Soekarno-Hatta. Kalau di Bali sudah ada tiga outlet," tambahnya.

Tak hanya itu, kerajinan buatan dia juga sudah diekspor ke sejumlah negara. Antara lain, Malaysia, India, Afrika Selatan dan Perancis.

Catur bilang, ranum usahanya dimulai dari bertambahnya hotel dan perumahan yang berdiri di Jakarta. Karyanya kemudian dijadikan sebagai elemen dekorasi hotel dan rumah.

"Setelah kami berhasil menguasai pasar dalam negeri, kami mulai ekspor untuk mencari pasar asing pada 1999," ujarnya.

Strategi pun dirangkai. Menurut Catur, karakter konsumen mancanegara berbeda dengan dalam negeri. Mereka lebih pilh produk yang dibuat handmade dengan tingkat kesulitan yang tinggi sehingga harganya jauh lebih mahal.

"Uniknya, ketertarikan konsumen mancanegara bukan terletak pada desain, melainkan pilihan warna. Jepang dan China menyukai warna cerah—terutama yang melambangkan unsur hoki—sedangkan kawasan Amerika lebih suka warna klasik seperti cokelat," lanjutnya.

Binaan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com