JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menilai harga Energi Baru Terbarukan (EBT) di Tanah Air mesti dihitung sendiri.
Harga di luar negeri, termasuk Timur Tengah, tidak bisa menjadi acuan sebab kondisinya jauh berbeda dengan situasi di dalam negeri.
"Harga EBT ini harus kita hitung sendiri. Lingkungan dan tantangan kita berbeda dengan di Timur Tengah," ujar Ketua Bidang Energi BPP Hipmi, Andhika Anindyaguna dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/3/2017).
(Baca: Jonan Bakal Kirim Tim ke Timur Tengah agar Harga Listrik EBT Kompetitif )
Andhika mengatakan, banyak penyebab membuat biaya investasi dan produksi di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara di Timur Tengah.
Sebagaimana diketahui harga listrik EBT di beberapa negara di Uni Emirat Arab (UEA) memang lebih murah dibandingkan harga listrik EBT yang dijual di Indonesia.
Harga listrik EBT di UEA dijual di kisaran 2,25 sen per kwh hingga 2,99 sen per kwh. Listrik tenaga matahari 150 megawatt (MW) dijual dengan harga 2,99 sen per kwh, dan 200 MW 2,42 sen per kwh. Sedangkan di Indonesia, harga listrik EBT dipatok di kisaran 15 per kwh hingga 18 sen per kwh.
Menurut Andhika, iklim investasi EBT di UEA sangat kondusif sebab lahan diberikan gratis. Hal yang sama dengan biaya perizinan, dan sebagainya.
Sedangkan Indonesia, harga lahan tiba-tiba melonjak saat akan dibebaskan. Tak hanya itu, biaya dana (cost of fund) juga sangat mahal.
"Di UEA biaya dana cuma dua persenan, pengusaha mendapat free tax. Jadi lingkungan usahanya sudah sangat berbeda," tambah Andhika.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.