“Memang tidak akan langsung ada kejutan dengan ledakan ekspor yang mencuat. Tetapi kita saat ini menangkap pasar mereka dulu, kita pegang, kita dikenal, dari situ kita bisa mengenalkan banyak produk kita di negara mereka,” tuturnya.
Sasmito melanjutkan, selain wilayah dan pasar yang besar, variasi produk unggulan Indonesia yang bisa dijual ke negara IORA sebenarnya juga bisa dimaksimalkan dengan menggarap pasar baru di Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika.
Dia juga menilai Afrika sebagai pasar potensial, walaupun pendapatannya secara umum berada di bawah Indonesia. Sedangkan Timur Tengah, meski penduduknya tak sebanyak Afrika, tapi pendapatannya tinggi.
Campuran dari kedua pasar baru tersebut menjadi potensi yang besar buat ekspor Indonesia.
“Afrika penduduknya lebih dari 500 juta, mungkin yang sudah tergarap sepertiganya sudah bagus. Misalkan sarung, itu sudah masuk Mesir dan Somalia, Nah ini perlu disebarkan ke banyak negara di Afrika,” ujar Sasmito.
Kepala Ekonom BCA David Sumual juga mengapresiasi langkah pemerintah yang menindaklanjuti pembukaan pasar ekspor baru pasca IORA.
Ia menuturkan, selama puluhan tahun negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia tidak berubah, sebut saja Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara Eropa.
“Jadi kalau sekarang ada kawasan baru, ini akan menjadi potensi pasar yang besar kalau bisa dikembangkan. Kita kan juga khawatir jika mendadak terjadi sesuatu di AS. Apalagi kecenderungan China kan pertumbuhan ekonominya juga melambat. Jadi kita perlu diversifikasi, cari pasar baru,” tutur David.
Ia mangatakan, selama ini Indonesia kerap terlena dengan hanya mengekspor sejumlah komoditas dalam bentuk bahan mentah.
Karenanya, untuk menggarap pasar baru di kawasan Samudra Hindia, Indonesia harus menggenjot produk-produk manufaktur.
Data UN Comtrade menyebutkan, pada 1996, surplus neraca dagang Indonesia dengan negara IORA sebesar 451 juta dollar AS, namun pada 2008 anjlok menjadi defisit sebesar 6,3 miliar dollar AS.
Setelah 2009-2011 kembali surplus 2 miliar dollar AS, 915 juta dolar AS dan 1,1 miliar dolar AS. Selanjutnya di 2012 sampai 2014, berturut-turut kembali defisit sebesar 4,2 miliar dollar AS, 4,9 miliar dollar AS dan 1,5 miliar dollar AS.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.