Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Ekspor Baru IORA Dinilai Bisa Naikkan Neraca Dagang Indonesia

Kompas.com - 10/03/2017, 15:40 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) yang baru saja digelar, bakal ditindaklanjuti dengan sejumlah perjanjian bilateral antar Indonesia dengan negara-negara anggota IORA.

Menurut Mendag Enggartiasto, perluasan pasar ekspor baru di kawasan Samudra Hindia efektif menambah surplus neraca perdagangan Indonesia.

Anggota IORA kebanyakan merupakan negara berkembang menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi Indonesia, karena memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang tinggi.

“Dari sisi itu kita melihat kesempatannya besar dan sejalan dengan perintah Presiden kepada kami untuk membuka pasar baru, pasar ini sangat potensial,” tutur Enggartiasto melalui keterangannya, Jumat (10/3/2017).

Enggartiasto melanjutkan, sejauh ini sudah ada kesepakatan dengan 21 kamar dagang negara anggota IORA dan merumuskan 11 pokok pikiran yang akan dituangkan ke Action Plan. Ia menerangkan, 11 pokok pikiran ini sebagian besar merujuk ke pemberdayaan UMKM.

Data Kementerian Perdagangan mengungkapkan, potensi ekspor ke negara anggota IORA di Afrika mencapai 550 miliar dollar AS pada 2016. Namun realisasi ekspor Indonesia baru mencapai 4,2 miliar dollar AS.

Selain itu, potensi lain adalah dengan pasar Timur Tengah, di mana potensi ekspor mencapai 975 miliar dollar AS, sementara realisasi ekspor Indonesia baru mencapai 5 miliar dollar AS.

Pasar Potensial

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo membenarkan bahwa setiap negara yang menjadi anggota dari IORA merupakan pasar yang potensial bagi Indonesia. Apalagi sekitar 70 persen perdagangan dunia memang melewati Samudra Hinda.

Sayangnya, potensi besar ini belum tergarap maksimal lantaran Indonesia sejak awal lebih berorientasi menjual produk ke Amerika Serikat, Asia Utara, Jepang, China dan Eropa.

“Memang tidak akan langsung ada kejutan dengan ledakan ekspor yang mencuat. Tetapi kita saat ini menangkap pasar mereka dulu, kita pegang, kita dikenal, dari situ kita bisa mengenalkan banyak produk kita di negara mereka,” tuturnya.

Sasmito melanjutkan, selain wilayah dan pasar yang besar, variasi produk unggulan Indonesia yang bisa dijual ke negara IORA sebenarnya juga bisa dimaksimalkan dengan menggarap pasar baru di Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika.

Dia juga menilai Afrika sebagai pasar potensial, walaupun pendapatannya secara umum berada di bawah Indonesia. Sedangkan Timur Tengah, meski penduduknya tak sebanyak Afrika, tapi pendapatannya tinggi.

Campuran dari kedua pasar baru tersebut menjadi potensi yang besar buat ekspor Indonesia.

“Afrika penduduknya lebih dari 500 juta, mungkin yang sudah tergarap sepertiganya sudah bagus. Misalkan sarung, itu sudah masuk Mesir dan Somalia, Nah ini perlu disebarkan ke banyak negara di Afrika,” ujar Sasmito.

Kepala Ekonom BCA David Sumual juga mengapresiasi langkah pemerintah yang menindaklanjuti pembukaan pasar ekspor baru pasca IORA.

Ia menuturkan, selama puluhan tahun negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia tidak berubah, sebut saja Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara Eropa.

“Jadi kalau sekarang ada kawasan baru, ini akan menjadi potensi pasar yang besar kalau bisa dikembangkan. Kita kan juga khawatir jika mendadak terjadi sesuatu di AS. Apalagi kecenderungan China kan pertumbuhan ekonominya juga melambat. Jadi kita perlu diversifikasi, cari pasar baru,” tutur David.

Ia mangatakan, selama ini Indonesia kerap terlena dengan hanya mengekspor sejumlah komoditas dalam bentuk bahan mentah.

Karenanya, untuk menggarap pasar baru di kawasan Samudra Hindia, Indonesia harus menggenjot produk-produk manufaktur.

Data UN Comtrade menyebutkan, pada 1996, surplus neraca dagang Indonesia dengan negara IORA sebesar 451 juta dollar AS, namun pada 2008 anjlok menjadi defisit sebesar 6,3 miliar dollar AS.

Setelah 2009-2011 kembali surplus 2 miliar dollar AS, 915 juta dolar AS dan 1,1 miliar dolar AS. Selanjutnya di 2012 sampai 2014, berturut-turut kembali defisit sebesar 4,2 miliar dollar AS, 4,9 miliar dollar AS dan 1,5 miliar dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com