Kami pun merumuskan sebuah pelatihan yang kami sebut sebagai "Reformulasi Strategi dalam era Disruption". Dan minggu-minggu ini area kerja saya di Rumah Perubahan tengah ramai dikunjungi para eksekutif yang sedang membongkar strateginya. Apakah itu untuk menyusun rencana strategis (renstra) atau sekadar meremajakan RKAP.
Dan begitu kami buka, banyak eksekutif dan CEO yang tiba-tiba menyadari hampir 100 persen karya yang sedang mereka kerjakan sudah benar-bemar ketinggalan zaman. Mereka meyakini telah menjalankan strategi yang hanya cocok dijalankan di masa lalu. Dan itu pasti akan menjadikan mereka sebagai korban dari bencana disruption.
“It was over,” ujar seorang putera mahkota dari sebuah usaha konglomerasi. “Itu hanya cocok di zaman papa,” ujarnya berterus terang di hadapan ayahnya sambil tertawa, yang juga hadir dalam ruangan itu.
Vijay mengingatkan saya tentang tiga dewa yang dikenal dalam keyakinan yang dianutnya di India. Dewa Wisnu, Shiwa dan Brahma. Ini mengingatkan saya pada sebuah upacara di Puri Ubud, tempat kerabat kami tinggal dan biasa saya kunjungi.
Biasanya, saya ditemani oleh keluarga Bali lainnya yang lalu menjadi tempat upacara pernikahan kami di sebuah desa di Sibangkaja, dekat Desa Mambal. Jadi yang satu adalah keluarga raja (Puri Ubud) dan ratunya adalah Keluarga Pendoa (Griya Anyar – Sibangkaja).
Dalam kepercayaan Hindu itu, Wisnu dikenal sebagai dewa pemelihara. Shiwa adalah dewa perusak, sedangkan Brahma adalah Sang Pencipta.
Vijay mengungkapkan corporate strategi sebagai gabungan dari ketiganya. “Seperti Dewa Shiwa, eksekutif jangan takut menghancurkan segala hal yang hanya relevan di masa lalu,” ujarnya. Maksudnya, secara selektif kita perlu menghancurkan metode, alat, teknologi, pendekatan, bahkan tata nilai yang sudah tidak membuat kita produktif lagi.”
“Lalu seperti prinsip Dewa Wisnu, kita wajib merawat yang masih relevan, the existing core. Dan seperti prinsip Dewa Brahma, perusahaan juga harus punya orang-orang berkualitas yang menciptakan masa depan baru,” tambahnya.
Masalahnya, masa depan baru itu tak bisa dihasilkan sebelum kita benar-benar bisa membaca hal-hal baru itu dengan secara selektif membuang hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Kedua, eksekutif biasanya sudah terbelenggu dalam zona nyaman dengan hanya berani menjalankan hal-hal yang sudah ia kenal di masa lalu.
Keluar dari zona nyaman itu butuh keberanian. Mengapa eksekutif senang menjalankan kebiasaan dalam zona nyaman? Jawabnya adalah karena hanya itulah yang ia kenal secara familiar. Sedangkan menapaki masa depan baru, sungguh tidak nyaman karena serba tidak pasti, tidak jelas, dan belum terbentuk. It’s unclear, unsettle and uncertain!
Padahal bagi pesaing-pesaing baru Anda, segala hal yang harusnya berada di hari esok, telah dibawa ke hari ini. Dan dengan gagah berani mereka menjelajahi ketidakpastian yang tidak clear itu. Dan strategi baru di era disruption adalah bertarung di era itu, tetapi tidak di hari esok.
Memangnya Anda sudah siap?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.