Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan 11 Poin Revisi PM 32/2016 tentang Taksi "Online"

Kompas.com - 24/03/2017, 09:00 WIB
Achmad Fauzi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Taksi online merupakan babak baru untuk transportasi Indonesia. Dengan adanya taksi online kini pengguna jasa tidak perlu repot pergi ke jalan untuk memanggil taksi.

Cukup lewat aplikasi di smartphone pengguna jasa bisa dapat memesan taksi online kapan saja dan di mana saja.  Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan yang disajikan taksi online.

Namun, kehadiran taksi online membuat resah taksi konvensional. Taksi konvensional melayangkan aksi demonstrasi untuk menolak taksi online.

Taksi Konvensional menuntut untuk kepada pemerintah untuk melarang taksi online beroperasi. Sebab, pendapatan sopir taksi konvensional turun sejak adanya taksi online.

Menurut mereka, taksi online tidak bisa sebagai dibilang transportasi. Karena, taksi online menggunakan mobil pribadi yang tidak mempunyai badan hukum.

Untuk menanggapi perseteruan dua pihak tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengatur taksi online lewat sebuah regulasi.

Yakni, Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Namun, peraturan itu ditolak habis-habisan oleh taksi online. Aturan tersebut dianggap memihak taksi konvensional. Sehingga, taksi online meminta pemerintah untuk merevisi PM 32/2016 tersebut.

Seakan luluh pemerintah pun mengiyakan permohonan taksi online. Pemerintah hanya memberikan sosialisasi selama enam bulan yang dimulai dari November agar taksi online dapat mengikuti aturan. Sosialisasi ini sejalan dengan revisi PM 32/2016 ini.

Dalam melakukan revisi pemerintah berkoordinasi seluruh pemangku kepentingan, seperti pengamat, akademisi, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan pihak taksi online.

Dalam revisi tersebut menghasilkan 11 poin yang yang dapat diterima oleh semua pihak. Inilah penjelasan atas poin-poin revisi PM 32 Tahun 2016:

1. Jenis Angkutan Sewa

Pemerintah dalam hal ini mengklasifikan taksi online berbeda dengan angkutan umum lainnya. Dalam hal ini, pemerintah mengklasifikan taksi online sebagai angkutan sewa khusus.

Nantinya taksi online memiliki Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) khusus. Hal ini sebagai pengenal taksi online.

2. Kapasitas silinder mesin kendaraan

Awalnya pemerintah hanya membolehkan kendaraan dengan kapasitas mesin kendaraan 1.300 cc untuk menjadi taksi online. Namun setelah direvisi, pemerintah membolehkan kendaraan dengan kapasitas mesin 1.000 cc menjadi taksi online.

3. Batas Tarif Angkutan Sewa Khusus

Dalam hal ini pemerintah menetapkan tarif batas atas dan batas bawah. Penetapan tarif ini untuk menghindari  penetapan tarif batas atas dan bawah agar perusahaan penyedia aplikasi taksi online tidak seenaknya menaikan tarif saat jam sibuk.

Penetapan tarif diserahkan sepenuhnya kepada Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk wilayah Jabodetabek.

4. Kuota jumlah angkutan sewa khusus

Dengan adanya aturan ini pemerintah membatasi kuota dari armada taksi online. Hal ini untuk menghindari kelebihan armada taksi online, sehingga terjadinya persaingan tidak sehat.

Penetapan tarif juga diserahkan sepenuhnya kepada Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk wilayah Jabodetabek. 

5. Kewajiban STNK Berbadan Hukum

Jika sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas nama badan hukum. Akan tetapi, pengalihan nama diberi waktu sampai dengan masa STNK per lima tahun habis berlaku.

Selain itu, antara pengemudi dengan badan hukum penyelenggara transportasi, seperti koperasi, juga harus membuat perjanjian secara tertulis bahwa kendaraan yang digunakan oleh pengemudi itu untuk armada taksi online.

6. Pengujian Berkala (KIR)

Tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) pertama semula dilakukan dengan cara pengetokan, disesuaikan menjadi dengan pemberian plat yang di-embose.

Kendaraan bermotor yang paling lama 6 Bulan sejak dikeluarkannya STNK tidak perlu di uji KIR, dapat dengan melampirkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).

7. Pool

Persyaratan ijin penyelenggaraan angkutan umum semula harus memiliki 'pool'. Namun dengan revisi tersebut taksi online tidak diwajibkan memilik 'pool', tetapi mempunyai garasi untuk menampung kendaraannya.

8. Bengkel

Dengan aturan ini taksi online diharuskan mempunyai bengkel untuk pemeliharaan kendaraan. Akan tetapi, taksi online dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk fasilitas pemeliharaan kendaraan (bengkel).

9. Pajak

Substansi untuk kepentingan perpajakan pada penyelenggaraan angkutan umum taksi online dikenakan terhadap perusahaan aplikasi sesuai usul dari Ditjen Pajak.

10. Akses Dashboard

Pokok bahasan Akses Dashboard merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam revisi peraturan ini.

Perusahaan aplikasi penyedia taksi online Wajib memberikan akses digital dashboard kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Pemberi ijin penyelenggaraan angkutan umum. Hal ini Untuk kepentingan pengawasan operasional taksi online.

11. Sanksi

Pemberian sanksi dikenakan baik ke perusahaan angkutan umum maupun perusahaan aplikasi.

Sanksi atas pelanggaraan perusahaan aplikasi diberikan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi dengan melakukan pemutusan akses (pemblokiran) sementara terhadap aplikasi sampai dengan dilakukan perbaikan.

Tetap Menolak

Demikian poin-poin isi revisi PM 32/2016. Namun, yang terjadi setelah dilakukan revisi tersebut, sikap perusahaan penyedia aplikasi taksi online seperti, Grab Indonesia, Uber Indonesia, Go-Jek tetap menolak PM 32/2016.

Ketiganya membuat pernyataan bersama yang menolak tiga poin dalam revisi PM 32/2016. Tiga poin itu yakni, terkait 

Menurut ketiga perusahaan tersebut, operasional taksi online jadi terkendala karena tiga poin tersebut.

"Revisi Ini bisa berpotensi menjadi kendala bagi layanan transportasi yang aman dan nyaman. Revisi harusnya mengedepankan inovasi," kata Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata beberapa waktu lalu.

Seperti halnya tarif, menurut perusahan aplikasi tarif diserahkan kepada mekanisme pasar. Penetapan tarif ini menjauhkan pengguna jasa terkait layanan transportasi yang murah.

"Kami yakin kalau penetapan tarif diserahkan kepada pasar. Penetapan tarif itu merupakan intervensi mekanisme pasar," imbuh Rizdki lagi.

Melindungi Konsumen

Meski demikian, pemerintah tetap bersikukuh untuk menerapkan PM 32/2016 itu yang habis masa sosialisasinya pada Bulan Maret ini dan akan mengimplementasikan pada April 2017.

Pemerintah juga ikut bersuara menjawab penolakan tiga poin itu. Mengenai permasalahan tarif batas bawah dan atas, pemerintah menetapkan itu berdasarkan pertimbangan untuk melindungi konsumen.

"Konsumen harus dilindungi saat jam sibuk, jangan sampai saat permintaan tinggi kemudian perusahaan menaikkan harga sesukanya. Begitupun saat jam-jam sepi, pemerintah harus hadir untuk melindungi pengemudi. Jangan sampai banting harga yg pada akhirnya korbannya adalah pengemudi," jelas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto.

Namun, perseteruan ini tidak akan selesai jika masing-masing pihak masih mengedepankan egonya dalam bersuara. Yang diingikan pengguna jasa hanya transportasi yang aman dan nyaman dan sebisa mungkin dengan tarif murah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com