Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Dukungan Banyak Pihak Atasi Rusaknya Terumbu Karang di Raja Ampat

Kompas.com - 31/03/2017, 13:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rusaknya terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat, akibat kandasnya kapal pesiar MV Caledonian Sky di Selat Dampier, baru-baru ini, sangat memprihatinkan banyak kalangan, terutama aktivis lingkungan.

Pasalnya, terumbu karang Raja Ampat yang terkenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut di dunia ini, mengalami kerusakan sangat luas, mencapai 1,8 hektar. Diperlukan dukungan banyak pihak supaya bisa mengembalikan seperti kondisi semula.

Dini Indrawati Septiani (37), aktivis lingkungan yang bekerja di satu lembaga nonprofit internasional yang berpusat di Arlington, Amerika Serikat, ini mengaku sangat prihatin atas insiden tersebut.

Menurut dia, kerugian yang pasti adalah terumbu karang yang mati akibat digerus kapal, belum lagi dengan mahkluk hidup penghuni terumbuh karang.

"Dari berbagai laporan yang saya baca, kerusakan pada terumbu karang yang ditimbulkan oleh kapal pesiar tersebut sangat berat. Survei dan penyelidikan sedang dilakukan untuk menentukan level kerusakannya secara akurat," ujar Dini, yang menjabat sebagai Associate Director of Philanthropy di lembaga konservasi internasional itu, dalam keterangan persnya di Jakarta, kemarin.

Kata Dini, yang menjadi concern-nya dan banyak pihak adalah Raja Ampat secara luas diakui sebagai pusat global keanekaragaman hayati laut. Terumbu karang Raja Ampat menyimpan aset alam, yang tidak hanya penting untuk Raja Ampat dan masyarakat Indonesia, tapi masyarakat dunia pada umumnya.

Maka itu, lembaganya yang memiliki program konservasi di 69 negara termasuk Indonesia, tentu akan menyambut dengan tangan terbuka, bila ada permintaan bantuan dari pemerintah Indonesia, untuk melakukan restorasi di terumbu karang yang rusak. Sebab Ini pekerjaan besar yang membutuhkan partisipasi banyak pihak.

Jauh sebelum insiden kapal Caledonian Sky terjadi, Dini dan lembaga konservasinya sudah memiliki program di Raja Ampat selama lebih dari 13 tahun.

Program bernama Raja Ampat Marine Protected Area tersebut sebelumnya disahkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan RI, yang sekarang bernama Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Dalam program tersebut, pihaknya bekerja sama dengan pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat lokal dan internasional, serta sektor swasta untuk membangun dan berkelanjutan mengelola jaringan yang membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.

"Program ini didukung dengan rencana pengelolaan jangka panjang yang dikembangkan bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, termasuk organisasi lingkungan, universitas, masyarakat, dan sektor swasta," ujar penggemar olahraga ekstrim seperti triathlon dan diving ini.

Wakatobi

Selain Raja Ampat, Dini dan lembaganya juga memiliki program konservasi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Perempuan berdarah Malang, Jawa Timur, ini selalu terjun langsung ke lapangan untuk melihat dari dekat hasil dan efektivitas program konservasinya. Prinsipnya, program konservasi akan berhasil jika didukung oleh masyarakat lokal, seperti di wilayah pesisir Wakatobi.

"Selain diving di Wakatobi, saya juga ingin melihat kondisi Wakatobi secara umum sehingga dapat menceritakan kepada calon donatur dengan menggunakan pengalaman pribadi secara langsung. Setelah itu, saya dapat mengajak mereka mencintai alam, seperti yang saya alami," pungkas Dini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Whats New
Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Whats New
Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Earn Smart
Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com