Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kasus United Airlines yang Menyeret Turun Penumpang

Kompas.com - 16/04/2017, 08:30 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pekan lalu, terjadi sebuah insiden yang mengejutkan, bahkan viral hingga ke seluruh dunia. Seorang pria penumpang maskapai United Airlines diseret paksa keluar dari pesawat tanpa ada alasan yang jelas.

Saham induk perusahaan United Continental Holdings Inc anjlok 6,3 persen pada perdagangan Rabu (12/4/2017) di bursa saham New York.

Anjloknya saham United juga membuat para investornya merugi. Salah satu investor yang merugi akibat anjloknya saham United adalah miliarder dan investor kawakan Warren Buffett.

Dalam sepekan, kapitalisasi pasar maskapai tersebut sudah terkikis 569,5 juta dollar AS. Buffett memiliki 28,951 juta saham United per 14 Februari 2017.

Dengan kepemilikan saham mencapai 9,2 persen, Buffett sejauh ini adalah pemegang saham terbesar United. Apabila jumlah kepemilikan saham itu tidak berubah, maka Buffett telah merugi sekitar 52,4 juta dollar AS dalam sepekan.

Peristiwa yang terjadi pada United akhirnya didalami. Disimpulkan, diseretnya penumpang bernama David Tao diyakini lantaran terjadi overbooking.

"Overbooking itu ketika tiket yang ada lebih dari kapasitas. Misal kapasitas 180 (orang penumpang), (tiket) yang dijual 185," ujar Ridha Aditya Nugraha, manajer riset Air Power Centre of Indonesia (APCI) ketika berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (16/4/2017).

Menurut Ridha, overbooking kadang dilakukan sebagai strategi pemasaran maskapai, dengan asumsi ada penumpang yang sudah membeli tiket namun tak jadi terbang. Penyebab lainnya adalah bisa jadi terjadi kesalahan sistem.

Namun strategi ini akan jadi persoalan ketika semua penumpang ingin terbang saat itu juga. Kalau sudah begini, maka harus ada penumpang yang bersedia turun. Mereka pun harus tetap terlindungi haknya sebagai penumpang.

"Maskapai biasanya meminta voluntarily (secara sukarela), siapa yang mau turun akan dikasih insentif misal kredit dalam akun frequent flyer. Kalau harus menginap, maka maskapai harus memberikan fasilitas penginapan," jelas Ridha, yang juga bekerja sebagai konsultan ini.

Ridha mengungkapkan, kasus overbooking biasanya tidak menimbulkan masalah yang serius. Hanya, yang jadi masalah dalam kasus United adalah penumpang diseret dan terkait latar belakang etnisnya, sehingga United dianggap rasis.

Di Indonesia, kasus semacam ini pernah terjadi pula, meski tidak sampai diseret seperti apa yang dilakukan United.

Kalau permasalahan overbooking sudah terjadi, penggantian pesawat bisa menjadi solusi penanganan tercepat di lapangan. Namun demikian, tetap perlu ada tindakan jangka panjang untuk menghindari insiden overbooking terjadi di masa mendatang.

"Regulasi yang lebih ketat dan penegakan hukum yang nyata. Selama masih ada maskapai yang jadi anak emas, maka tidak akan efektif," ungkap Ridha.

Selain itu, manajemen internal maskapai juga perlu dibenahi. Bimbingan dari pihak Kementerian Perhubungan dan dari Asosiasi Angkutan Udara Internasional (IATA) juga harus dilakukan.

Sistem yang dimiliki maskapai juga harus lebih baik dan aman dari serangan siber. Pasalnya, peretasan bisa menyasar sistem tiket pesawat dan menyebabkan overbooking.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com