Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mampukah PLN Menuntaskan Mega Proyek Pembangkit 35.000 Megawatt?

Kompas.com - 18/04/2017, 21:30 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Di awal masa jabatnya pada November 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengutarakan beberapa agenda atau target capaiannya selama lima tahun kedepan. Salah satunya adalah di sektor energi terkait kelistrikan tanah air.

Keprihatinan mantan Walikota Surakarta Solo yang dilantik pada 20 Oktober 2014 menjadi Presiden ini berawal dari banyaknya desa di pelosok-pelosok tanah air yang masih belum teraliri listrik.

Berangkat dari keprihatiannya, dirinya lantas mewacanakan untuk merealisasikan program 35.000 Megawatt (MW) dengan harapan bisa melistriki seluruh desa terpencil di 2019 mendatang.

Waktu lima tahun merupakan periode yang singkat untuk membangun pembangkit listrik sebesar 35.000 MW. Belajar dari pengalaman, pengadaan pembangkit listrik yang selama ini dijalankan, diperlukan waktu yang panjang untuk sampai kepada kontrak jual beli tenaga listrik.

Presiden menyadari, proyek listrik 35.000 MW ini sangat strategis. Maka dari itu, pemerintah meminta dukungan penuh dari segenap lapisan masyarakat untuk terwujudnya mega proyek kelistrikan ini.

Oleh karenanya, pemerintah melakukan upaya percepatan melalui penerbitan Peraturan Menteri ESDM nomor 3 tahun 2015 tentang prosedur pembelian tenaga listrik dan harga patokan pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG, PLTMG, dan PLTA oleh PT PLN (Persero) melalui pemilihan langsung dan penunjukan langsung yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2014 sebagai perbaruan dari PP nomor 14 tahun 2012 tentang kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik.

Dengan cara ini, proses pembelian tenaga listrik yang membutuhkan waktu panjang sebagaimana yang telah terjadi hingga menghambat pertumbuhan ekonomi, dapat dihindari melalui proses yang transparan dan akuntabel.

Proses-proses percepatan seperti ini yang merupakan arahan Kabinet Kerja agar bekerja cepat, akan sangat membantu pelaksanaan program Pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang jumlahnya mencapai 109 pembangkit masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.000 MW dan 74 proyek oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.000 MW.

Seluruh daftar proyek 35.000 MW ini sudah masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 74K/21/MEM/2015. RUPTL menjadi pedoman pengembangan sarana ketenagalistrikan nasional.

Melalui Permen nomor 3 tahun 2015 dan RUPTL ini, Kementerian ESDM selalu mengawal PLN dalam membangun 35.000 MW. Terutama agar pembangunan 35.000 MW ini memenuhi amanat Presiden yang tercantum di dalam Nawa Cita, yang di antaranya menegaskan agar Pemerintah memberikan kemudahan administrasi agar tidak menghambat kegiatan investasi.

"Pemerintah berupaya sekuat tenaga untuk mempercepat proyek ini. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 8 persen pertahun," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Program 35.000 MW Jadi Magnet Bagi Perbankan

Melihat cerahnya prospek kelistrikan, membuat perbankan berlomba-lomba memberikan fasilitas pembiayaan untuk PLN yang memiliki porsi cukup besar dalam percepatan proyek kelistrikan 35.000 MW.

Satu bulan program ini mencuat ke permukaan, perbankan dan lembaga keuangan yang diantaranya bank pelat merah dan swasta beramai-ramai memberikan fasilitas pinjaman sindikasi yang bertujuan untuk mendanai kebutuhan pembiayaan perusahaan (corporate loan) untuk investasi sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2015 dan sisa investasi dalam RKAP 2015 yang belum direalisasi yang meluncur kembali dalam RKAP 2016 atau RKAP 2017 yang belum dibiayai oleh bank atau lembaga keuangan lainnya.

Keenam Bank yang diantaranya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, Indonesia Exim Bank, dan PT Sarana Multi Infrastruktur akan memberikan plafond kredit sebesar Rp 12 triliun dengan tenor pinjaman selama 10 tahun untuk membiayai investasi PLN di semua fungsi, mulai dari pembangkit, transmisi, distribusi, hingga fungsi pendukung.

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir berharap, perjanjian ini menjadi suatu hal yang positif bagi PLN dan perbankan tanah air, mengingat potensi bisnis PLN yang sangat besar, terutama untuk lima tahun ke depan.

"Pada kesempatan ini, kembali kita membuktikan kesolidan kita sebagai komponen bangsa, dalam memberikan bukti nyata untuk kemajuan dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia," ujar Sofyan.

Melihat ketertarikan dan keseriusan perbankan maupun lembaga keuangan yang memutuskan untuk memberikan investasi ke PLN, pemerintah pun semakin serius mendorong peningkatan infrastruktur kelistrikan di Tanah Air.

Hal ini dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 4 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, yang baru saja diteken pada akhir Januari 2016.

Presiden Joko Widodo yang kala itu meresmikan secara langsung Program 35.000 MW di Bantul, Jawa Tengah. Sejak pencanangan, PLN langsung mengebut pengerjaan program peningkatan elektrifikasi dengan jaringan transmisi sepanjang 46.000 kms (kilometer sirkit) dengan tepat waktu.

Harapan seluruh elemen masyarakat sangat tinggi terhadap Perpres nomor 4 Tahun 2016 karena dapat membantu proses percepatan pembangunan ketenagalistrikan demi memenuhi kebutuhan tenaga listrik rakyat secara adil dan merata, serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Proyek 35.000 MW Dikawal Aparat Penegak Hukum

Agar seluruh stakeholders yang terlibat, mulai dari pemerintah, masyarakat, serta para investor dapat mengetahui dan mengimplementasikan Perpres ini, sehingga Proyek 35.000 MW dapat bergerak tanpa hambatan.

Untuk itu, PLN bersama Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri kembali menyelenggarakan sosialisasi Tim Pengawalan dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4P) melalui keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 Oktober 2015.

Kehadiran TP4P Kejaksaan Agung diharapkan dapat mengawal, memberikan penerangan dan penyuluhan hukum, menjadi mitra untuk berdiskusi, serta memberikan pendampingan hukum, bahkan mengendorse dokumen dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir.

Sebagai tindak lanjut terbentuknya TP4P Kejaksaan Agung RI, PLN pun membentuk tim imbangan pengawalan dan pengamanan PLN dan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan atau TP4IK melalui surat keputusan Direksi PLN bernomor 0219.K/DIR/2015.

Dukungan besar pemerintah terhadap program 35.000 MW juga diwujudkan dengan telah ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional dan Perpres nomor 4 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan oleh Presiden Joko Widodo.

Dengan adanya Perpres tersebut, diharapkan Gubernur atau Bupati Walikota selaku penanggung jawab proyek strategis nasional di daerah memberikan perizinan dan non perizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan proyek tersebut sesuai kewenangannya, antara lain penetapan lokasi, izin lingkungan dan izin mendirikan bangunan.

Selain itu, Presiden juga telah menerbitkan instruksi Presiden nomor 1 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional, salah satunya Presiden menginstruksikan, agar para stakeholder mendahulukan proses administrasi pemerintahan dalam melakukan pemeriksaan dan penyelesaian atas laporan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek strategis nasional.

Upaya bersama ini diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan untuk mencapai target rasio elektrifikasi sebesar 97,4 persen sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL periode 2015 hingga 2024.

(Baca: Menteri BUMN: Proyek Listrik 35.000 MW Jalan Terus)

Realisasi 35.000 MW

Berdasarkan capaiannya, hingga 10 Maret 2017 yang telah memasuki tahap konstruksi yang dikerjakan PLN dan IPP adalah sebesar 10.432 MW. Sementara yang sudah commercial operation date (COD) atau beroperasi secara komersil adalah sebesar 639 MW.

Jika dilihat berdasarkan pembagiannya, PLN telah memasuki tahap konstruksi sebesar 3.969 MW dan IPP sebesar 6.463 MW. Sementara yang sudah commercial operation date (COD) atau beroperasi secara komersil untuk PLN sebesar 600 MW, dan IPP sebesar 39 MW.

Dengan melihat batas waktu yang hanya tinggal dua tahun lagi, Sofyan Basir tetap merasa optimistis bahwa pihaknya bisa mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah.

Kalaupun terjadi keterlambatan, Sofyan menilai bahwa hal ini merupakan suatu hal yang wajar. Sebab, pihaknya telah merealisasikan lebih kurang 19.000 MW dan sudah menandatangani PPA hingga 20.000 MW untuk memuluskan target PLN yang telah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo.

"Sebenarnya hal ini semua masih sangat wajar. Memang kalau kita bilang lambat atau tidak, mari bandingkan. Karena kalau bicara kita hanya lambat, lambatnya dibandingkan yang mana? Pada saat apa? Karena kita sudah melaksanakan lebih kurang hampir 19.000 sampai 20.000 MW penandatanganan PPA," pungkas Sofyan.

(Baca: Jonan: Program 35.000 MW Tak Selesai pada 2019)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com