Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Marwah Sawit Indonesia yang Mendunia

Kompas.com - 20/04/2017, 12:30 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai negera yang dikenal sebagai produsen minyak sawit dunia atau crude palm oil (CPO), Indonesia dengan lantang menjaga martabat komoditas penopang utama dalam kinerja ekspor ke berbagai belahan dunia.

Hal ini menyusul Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dinilai masih menciptakan banyak masalah lingkungan dan juga dinilai masih menyisakan pelanggaran hak asasi manusia.

(Baca: Soal Sawit, Pemerintah Sebut Tudingan Parlemen Uni Eropa Mengada-ada)

 

Dari data Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit mencatat nilai ekspor sawit sepanjang tahun 2016 lalu mencapai Rp 240 triliun. Nilai itu naik 8 persen dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 220 triliun.

Dengan nilai ekspor yang besar, tentu Indonesia merasa terusik dengan resolusi yang dikeluarkan Uni Eropa, terlebih beberapa tahun terakhir sawit telah menjadi barang ekspor paling berharga dibelakang batubara, minyak dan gas.

Pemerintah pun memberikan komentar-komentar yang tegas bahwa anggapan sawit sebagai komoditas yang memiliki banyak masalah seperti yang dikeluarkan Uni Eropa tidaklah benar.

(Baca: Produk Sawit "Dijegal", Indonesia Ingin Berunding Sekuat Tenaga dengan Uni Eropa)

 

Sawit Andalan dan Kebanggaan

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution pun mengugkapkan bahwa, sawit menjadi komoditas yang amat penting pagi Indonesia. Menurutnya, harus diakui sawit merupakan andalam sekaligus kebanggan bangsa Indonesia.

Terlebih Indonesja memiliki tujuh komoditas perkebunan potensial, yakni kelapa, cokelat, teh, kopi, pala, tebu, dan karet. Dari ke tujuh komoditas tersebut, sawit berada di peringkat paling atas yang menjadi andalan Indonesia.

(Baca: Darmin Nasution: Kelapa Sawit adalah Komoditas Andalan Indonesia)

 

Darmin pun mengatakan, produk-produk turunan kelapa sawit memberikan kontribusi ekspor sebesar 75 persen dari sektor non-minyak bumi dan gas (migas). Dengan itu dapat dikatakan, sawit menjadi salah satu penyumbang pemasukan terbesar ke negara.

Eropa Jangan Ikut Campur

Kemudian, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman juga angkat bicara terkait resolusi Uni Eropa soal komoditas sawit. Secara tegas Amran mengatakan, agar Uni Eropa tak ikut campur mengurusi sawit Indonesia.

Menurutnya, Indonesia saat ini telah memiliki standar sertifikasi produk sawit dan turunannya atau yang dikenal Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), selain memiliki ISPO, Indonesia juga telah melakukan kerja sama dalam hal sertifikasi produk sawit dengan Malaysia melalui Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

"Jangan mencampuri urusan pertanian dalam negeri. Kami punya standar ISPO. Kami sudah kerja sama dengan Malaysia dengan RSPO, sudah joint. Kami punya standar sendiri untuk pertanian berkelanjutan. Silahkan diurus standarnya sendiri, Indonesia punya standar sendiri dan kami sudah sepakat dengan Malaysia," tegas Mentan Amran beberapa waktu lalu.

(Baca: Mentan Amran: Uni Eropa Jangan Ikut Campur soal Sawit Indonesia)

 

Menurut Amran, fokus sawit kedepan bukanlah soal lingkungan hidup dan permasalahan lain, tetapi kepada kesejahteraan petani dan orang-orang yang bergantung pada komoditas sawit.

"Kami sudah sampaikan, ada community dibawah CPO, ada pedagang, petani, ini jauh lebih penting. Orang utan saja diperhatikan, ini orang asli. Jadi pendekatannya jangan deforestasi, tapi community welfare (kesejahteraan)," tegas Mentan.

Ramah Lingkungan

Namun, benarkah sawit merupakan komoditas yang memiliki banyak oermasalahan seperti yang dituduhkan Uni Eropa melalui resolusi sawit. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun menilai tanaman kelapa sawit paling ramah lingkungan dibandingkan jenis tanaman hutan lainnya.

Menurut Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bedjo Santoso, perkebunan sawit selama ini dinilai tidak ramah lingkungan. Stigma negatif tersebut berasal dari informasi yang salah dan tidak memiliki dasar penelitian yang ilmiah.

“Semua stigma negatif itu berasal dari informasi yang tidak berdasar. Karena dari berbagai penelitian, semuanya itu tidak terbukti,” ujarnya.

(Baca: Kementerian Lingkungan Hidup Turut Kecam Resolusi Uni Eropa atas Produk Sawit)

 

Dia memaparkan, dari sisi penyerapan air, sawit justru lebih efisien. Dalam setahun, sawit menyerap air sebanyak 1.104 milimeter, lebih sedikit jika dibandingkan tanaman sengon (1.355 milimeter), jati (1.300 milimeter), mahoni (1.500 milimeter), maupun pinus (1.975 milimeter).

Sementara itu dari sisi penyerapan karbondioksida (CO2), sawit justru lebih banyak menyerap CO2 jika dibandingkan dengan empat tanaman hutan tersebut.

Menurutnya, tiap hamparan sawit seluas 1 hektar mampu menyerap CO2 sebanyak 36 ton. Menurut Bedjo informasi yang menyesatkan tersebut berasal dari pesanan barat yang tujuannya melindungi komoditasnya, baik itu tanaman rapeseed, sun flower (bunga matahari), maupun soybean (kedelai).

“Padahal justru tanaman sawit justru lebih efisien menggunakan lahan jika dibandingkan dengan tanaman rapeseed, bunga matahari, maupun kedelai itu. Perbandingannya sekitar 1 berbanding 10,” kata Bedjo.

Produktivitas Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan Mukti Sardjono mengatakan rata-rata produktivitas sawit saat ini tiap tahunnnya sekitar 4,27 ton per hektar dengan total lahan di seluruh dunia baru sekitar 20,23 juta hektar.

Sementara tanaman rapeseed yang menjadi andalan para petani di Eropa produktivitasnya tiap tahunnya hanya 0,69 ton per hektar dan telah menggunakan lahan seluas 33,66 juta hektar.

"Salah besar apabila Parlemen Eropa dalam resolusinya merekomendasikan tanaman sawit di Indonesia diganti dengan rapeseed dan sun flower," terangnya.

Hilirisasi Sawit Indonesia Berhasil

Hilirisasi yang dijalankan Indonesia terhadap komoditas sawit dinilai berhasil, akibatnya Uni Eropa merasa terganggu akan hal tersebut, dan kemudian mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit. Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, nilai ekspor produk hilir pada akhir 2010 hanya 7,2 miliar dollar AS.

Kebijakan hilirisasi industri kelapa sawit sendiri baru mulai digalakkan pada 2011. Setelah kebijakan itu berjalan, nilai ekspor produk hilir pada 2015 meningkat signifikan menjadi 11,86 miliar dollar AS.

Per akhir 2016, nilai ekspor produk hilir industri kelapa sawit Indonesia telah mencapai 15,7 miliar dollar AS. Produk hilir ini juga mendominasi (70 persen) ekspor sawit dan turunannya.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, resolusi sawit dikeluarkan oleh parlemen Uni Eropa karena persaingan dagang.

(Baca: Uni Eropa Tak Suka Hilirisasi Sawit Indonesia Berhasil)

 

Kemudian, tudingan Uni Eropa bahwa industri sawit menyebabkan deforestasi dan pelanggaran hak asasi manusia tidak tepat.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) menduga, resolusi sawit yang dikeluarkan oleh Uni Eropa dikarenakan ada kepentingan bisnis yang tersirat, khususnya minyak nabati produk Eropa dan munyak sawit produk Indonesia.

Perbaikan Industri Sawit Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Tiur Rumondang mengatakan, adanya resolusi sawit yang dikeluarkan Uni Eropa merupakan momentum untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk sawit nasional.

Berdasarkan data RSPO, saat ini baru 1,82 juta hektar yang sudah disertifikasi RSPO.  Artinya, angka itu baru 13 hingga 14 persen dari seluruh lahan kelapa sawit di Indonesia.

Hingga Februari 2017, produksi kelapa sawit yang sudah mendapatkan sertifikasi Certfied Sustainable Palm Oil (CSPO) di seluruh dunia tercatat sebesar 12,22 juta metrik ton.

Indonesia sendiri mengambil porsi 57,03 persen dari produksi tersebut, atau 6,97 juta metrik ton.

Menjaga Marwah Sawit

 

Belakangan, negara-negara produsen kelapa sawit atau Council of Palm Oil Producting Countries (CPOPC) menyatakan tidak tinggal diam atas keputusan Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi sawit dan melarang biodiesel berbasis kelapa sawit.

Salah satu langkah yang akan diambil dalam waktu dekat yakni membentuk tim bersama dengan misi memerangi kampanye negatif kepada CPO.

Dengan respon yang tegas dan pembuktian yang berdasar atas hasil riset dan penelitian, kemudian melakukan diplomasi secara baik, diharapkan komoditas sawit Indonesia terus memiliki martabat yang baik di mata internasional.

Dan tak lagi berulang-ulang kampanye negatif menghampiri komoditas sawit yang notabene menjadi penopang pemasukan negara, dan juga menghidupi sekitar 30 juta petani sawit di Indonesia.

(Baca: Belajar Sawit, Belajar Melestarikan Lingkungan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com