Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Pilkada DKI: Etalase Jokowi jelang 2019?

Kompas.com - 20/04/2017, 14:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Pekan ini Jakarta menjadi tuan rumah bagi dua perhelatan besar: puncak Pilkada DKI pada 19 April dan berselang sehari kemudian atau tanggal 20 April menyambut kedatangan Wakil Presiden Amerika Serikat Michael R. Pence.

Secara umum rencana kunjungan Tuan Pence tak menimbulkan kehebohan, bahkan cenderung dingin karena bisa jadi karena posisi seorang Wapres di AS serupa di Indonesia, lebih banyak dianggap hanya sebagai “ban serep” atau aksesoris sistem presidensial.

Meski demikian, dengan sosok Presiden Amerika Serikat yang—mohon maaf— jauh dari kata ideal maka saat ini posisi Tuan Pence adalah representatif sejati dari Presiden Donald Trump sehingga dua kegiatan di Jakarta pada pekan ini boleh dikatakan tidak langsung saling berhubungan namun sulit untuk dipisahkan.

Mengutip Goldstein maupun Wallace dalam Young (2008) yang menjelaskan pentingnya kunjungan tingkat tinggi atau kunjungan kenegaraan yang dalam banyak kegiatan kontribusinya sangat besar dalam meningkatkan kedudukan negara di dunia internasional.

Maka, kunjungan Tuan Pence pun wajib mendapatkan sambutan yang sesempurna mungkin dari Indonesia sebagai tuan rumah. Kadar sambutan yang diberikan merupakan bagian dari bahasa diplomatis bilateral.

Pertama, kunjungan Michael R. Pence adalah kunjungan kali kedua Wapres Amerika Serikat. Kunjungan yang sangat jarang. Terhitung sudah enam Presiden Amerika Serikat (AS) yang berkunjung ke Indonesia, namun baru satu Wapres Amerika yang berkunjung yaitu James Danforth "Dan" Quayle. Itu pun terjadi 28 tahun yang lalu.

Kedua, bukan rahasia lagi bahwa pasukan pengamanan Presiden AS (Secret Service), seperti halnya Paspampres Indonesia selalu menerapkan prosedur pengamanan yang super ketat untuk melindungi pejabat rangking atas mereka.

Untuk mempersiapkan kunjungan ke suatu tempat, berbulan sebelumnya, Secret Service tentu telah turun untuk melakukan pengumpulan informasi untuk mempersiapkan berbagai hal pengamanan sampai jika perlu untuk menghadapi kemungkinan terburuk.

Ketiga, kondisi Jakarta yang panas di masa Pilkada dengan demo berseri penentang cagub Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sejak November 2016 tentu telah masuk dalam pemantauan Kedutaan Amerika Serikat yang letaknya hanya sepeminuman teh dari Istana Negara.

Keberhasilan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dalam mengendalikan serial demo menuntut Ahok dibui tentu menjadi catatan penting bagi aparat keamanan pemerintah Amerika Serikat memuluskan rencana kunjungan Tuan Pence.

Keberhasilan yang sejatinya sudah diakui oleh dua kunjungan kenegaraan yang dilakukan kepala negara mitra penting Indonesia yaitu Perdana Menteri Jepang, Sinzho Abe dan Presiden Republik Perancis Francois Hollande.

Kunjungan kedua negara tersebut yang jauh dari gegap gempita kehadiran Raja Arab Saudi, namun penting dari sisi diplomatis karena memastikan langgeng dan lancarnya urusan utang-piutang Indonesia kepada kedua negara tersebut.

Urusan hutang-piutang tak bisa dibantah dalam hal hubungan bilateral Indonesia dengan Jepang dan Perancis. Kedua negara tersebut adalah dua negara pengutang terbesar Indonesia. Tak banyak orang tahu dan cenderung abai.

Sambutan Ahok

Kembali soal kehadiran Tuan Pence, boleh dibilang, Pilkada DKI 2017 yang aman dan damai adalah salah satu etalase terdepan bagi pemerintahan Joko Widodo yang membutuhkan legitimasi kuat dari mitra strategisnya, Amerika menuju masa pemerintahan periode kedua atau Pemilu 2019.

Tak itu saja, kehadiran Pence yang dipastikan selalu diikuti serombongan jurnalis, tidak akan diabaikan untuk aktif menyoroti sosok-sosok yang akan mendampingi Jokowi ketika menyambut orang kedua Amerika Serikat tersebut.

Umumnya, sesuai protokol penyambutan kepala negara yang hadir di Ibu Kota dilakukan pada pagi hari sebagai bagian dari pertunjukan diplomasi. Mulai dari kedatangan pesawat, terbukanya pintu pesawat hingga turunnya sang tamu dan bersalaman dengan para penyambutnya.

Dan menjadi tradisi, selain Presiden dan kepala lembaga legislatif maka Gubernur Ibukota dalam hal ini Ahok akan ikut menyambut tamu negara. Ahok akan menjadi host bagi Tuan Pence secara langsung sebab telah menjalani masa cuti kampanye putaran kedua Pilkada DKI selama satu setengah bulan, dari 6 Maret sampai 15 April 2017.

Hanya saja, jika benar kehadiran Tuan Pence dilakukan pada 19 April malam untuk kemudian pada 20 April melakukan kunjungan ke Masjid Istiqlal pada 20 April, bisa jadi ada pertimbangan politis ketika memutuskan hal yang tidak umum tersebut.

Artinya, serupa penyambutan Raja Salman yang dihadiri Gubernur Ahok dan menimbulkan beragam tafsir, sangat penting bagi pemerintah Jokowi untuk memastikan penyambutan berlangsung lancar tanpa gejolak pasca Pilkada DKI.

Maklum dalam kapasitasnya, jika Ahok akan mendampingi Jokowi ataupun wapres Jusuf Kalla dalam penyambutan resmi pada 20 April akan mendapat porsi komunikasi yang strategis sekaligus kritis karena besarnya massa penentang Gubernur petahana tersebut.

Pertaruhan Presiden Joko Widodo atas keamanan dan kenyamanan bagi Tuan Pence nilainya tak main-main yaitu perjanjian strategy partnership yang telah diteken Jokowi kala mengunjungi Presiden Barack Obama, Oktober dua tahun lalu.

Dalam kunjungan tersebut, kedua presiden menyaksikan penandatanganan 12 kesepakatan bisnis di bidang energi, transportasi, dan perluasan pabrik. Termasuk enam kesepakatan bisnis antara lain di bidang energi, konservasi air dan perbankan syariah.

Total nilai kesepakatan bisnis yang dihasilkan dua tahun lalu mencapai 20,07 miliar dollar AS atau setara Rp273,4 triliun! Jauh jika dibandingkan dibandingkan investasi Raja Salman dan rombongan yang hanya menghasilkan Rp 93 triliun. Tak heran jika Jokowi sedikit kecewa.

Dengan Amerika, kesepakatan bisnis Indonesia di antaranya adalah 2,402 miliar dollar AS dalam bentuk investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia atau sekitar Rp 32,43 triliun serta 175 juta dollar AS atau sekitar Rp2,4 triliun berupa outward investment di Texas, AS.

Pada sisi lain, topik bahasan yang besar kemungkinan tidak akan dilewatkan adalah perihal kepastian langkah korporasi raksasa Freeport yang tengah melakukan negosiasi dengan pemerintah Indonesia.

Nilai investasi yang dibicarakan juga tak kecil, senilai 18 miliar dollar AS atau sekitar Rp 250 triliun jika Freeport dijamin dapat memperpanjang kontraknya hingga tahun 2021.

Meski para pejabat kedua negara memilih bungkam perihal kunjungan Tuan Pence berhubungan secara langsung dengan lobi Freeport, saya cenderung menilai hal tersebut tak mungkin untuk dilewatkan.

Serupa kunjungan kunjungan Menlu AS Condoleezza Rice, 11 tahun lalu ke Jakarta yang dipercaya menghasilkan konsesi Blok Cepu bagi ExxonMobil.

Boleh dikata, tanggal 19 dan 20 April 2017 adalah hari-hari terpenting bagi seorang Jokowi menuju Pemilu 2019 yang hanya tinggal hitungan hari, sembari mempersiapkan diri melakukan konsolidasi politik dan mengamankan suara di daerah-daerah yang menjadi lumbung suaranya.

Sayangnya, satu lumbung strategis Jokowi yaitu Ibukota telah lepas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com