Sopir pensiunan perusahaan swasta itu mengisahkan temannya yang masih 30-an tahun bisa mengantongi Rp 12 juta per bulan dari hasil nguber, tentu sebagai "pekerjaan tetap".
Sempurna dengan membagi
Bila Uber masih dimiliki perseorangan, dapat dipastikan masuk dalam kategori owning economy. Namun, di sisi lain modus "sharing economy" yang sudah berjalan seperti Uber atau Gojek terbukti dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Alih-alih menolak modus itu, kita perlu menyempurnakannya. Caranya dengan membuka kepemilikan perusahaan itu bagi pekerja (sopir/tukang ojek) yang memanfaatkan aplikasinya.
Skemanya bisa melalui employee share ownership plan (ESOP), yakni sebuah skema pemilikan saham oleh karyawannya. Cara yang lain yakni membuat perusahaan koperasi berbasis pekerja (worker co-op) dengan model bisnis sama persis yang mana dimiliki seluruh anggota pekerjanya. Baik ESOP atau koperasi pekerja kata kuncinya sama: pemilikan yang dibagi (shared) pada seluruh pekerja.
Dengan model baru itu, sharing benar-benar bermakna "berbagi" dalam model dan modusnya. Dengan begitu, laba perusahaan bisa kembali (economic patronage refund) kepada para pemiliknya setelah dikurangi berbagai variabel biaya: sewa server, riset, pelatihan, seragam dan lain sebagainya. Tentu saja laba dari layanan itu sangat tinggi valuasinya, seperti Kalanick yang tercatat memiliki kekayaan Rp 80 triliun dari bisnis Uber (2016).
Bahkan ada satu fitur canggih yang dapat ditambah bila pekerja itu menjadi pemiliknya: ruang demokrasi untuk mengendalikan perusahaannya. Sehingga, menjadi masuk akal bila tuntutan jaminan asuransi dan lainnya diberikan perusahaan.
Itu akan menghindarkan para driver menjadi seorang prekariat (precarious proletariat) hasil cuci tangan dan alih risiko perusahaan kepada para pekerja lepas seperti dalam model Uber dan Gojek.
Di era disrupsi ini, model ekonomi koperasi tampaknya akan menemukan daya ungkit. Teknologi informasi bisa menjadi sarana yang menjanjikan. Seperti Koperasi Digital Indonesia Mandiri (KDIM) yang memproduksi smartphone DigiCoop, yang dimiliki oleh ribuan anggota pemilik dan pemakainya dari berbagai kota di Indonesia. Jadi, bagaimana bila kita buat koperasi seperti Uber?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.