Kurangnya perkembangan keuangan syariah di Mesir saat ini, tentu menjadi ironis. Ini lantaran para ulama setempat sangat fasih mengajarkan kitab–kitab mengenai syariah dan “tijarah” (perdagangan), bahkan ada fakultas khusus mengajarkan ekonomi, bisnis, akuntansi, manajemen dari peringkat S1 hingga S3 di Universitas Al-Azhar yang disebut “Kulliyah at Tijarah”.
Ternyata hukum syariah bukan hanya penting untuk diajarkan tetapi perlu dipraktikkan. Jarak antara menara gading Al-Azhar nampaknya cukup tinggi dibandingkan dengan lingkungan sekitarnya terutama dalam mempraktikkan keuangan syariah.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menara gading atau lembaga–lembaga pendidikan di Indonesia berlomba–lomba menawarkan program pendidikan ekonomi syariah dengan beraneka ragam jurusan mulai dari jurusan perbankan syariah yang paling favorit, diikuti oleh akuntansi syariah, ekonomi pembangunan syariah, keuangan mikro syariah dan hukum syariah.
Program – program itu ditawarkan bukan hanya di perguruan tinggi tetapi juga di sekolah menengah dan bukan saja di perguruan tinggi swasta tetapi juga di negeri. Diharapkan para alumni kampus – kampus ini yang akan menjadi SDM penggerak industri keuangan syariah.
Namun demikian masih terdapat “gap” antara kemahiran yang dimiliki oleh para alumni ekonomi syariah ini.
Paling tidak hal ini dilontarkan oleh Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Buchori baru – baru ini.
“Kami berharap apa yang dikerjakan di perguruan tinggi tidak hanya terkait teori fikih tapi langsung implementasinya, sehingga saat lulus apa yang dipelajari di perguruan tinggi dan hasil risetnya bisa digunakan saat menjadi praktisi.”
OJK memandang perlu untuk menjembatani gap tersebut dengan menuangkannya di dalam Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019 yang berupaya untuk “link and match” melalui sinergi antara otoritas, industri perbankan, perguruan tinggi, dan instansi pemerintah terkait.
Situasi politik di Indonesia saat ini cukup kondusif yang tentu saja menjadi satu faktor penting untuk memacu lebih cepat perkembangan industri syariah di tanah air.
Dari laporan GIFR 2016, Indonesia naik rangking dari peringkat 7 menjadi peringkat 6 negara terpesat perkembangan keuangan syariahnya. Berdasarkan data OJK per Februari 2017, total aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp 897,1 triliun atau 67,21 miliar dollar AS.
Kendati demikian, aset gabungan bank syariah saja masih berada di bawah aset individu bank konvensional yaitu BRI, Mandiri dan BCA, artinya masih ramai keluaga Indonesia yang masih setia di perbankan konvensional.
Ternyata baik di Mesir maupun di Indonesia, ada masih banyak PR yang harus dikerjakan. Diperlukan “azam” yang lebih kencang untuk memastikan industri keuangan syariah makin menunjukan kiprahnya supaya dapat lebih dinikmati oleh para keluarga di dua negara ini.
Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.