Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rawa Pening Bisa jadi Lokasi "Shooting" Pariwisata asalkan...

Kompas.com - 03/05/2017, 17:01 WIB


KOMPAS.com - Suatu ketika, Baru Klinthing meminta ibu janda sepuh yang mengasuhnya untuk naik ke lesung (tempat menumbuk padi) jika mendengar bunyi kentongan. Baru Klinthing memang bukan sembarang bocah. Meski parasnya tak elok, kesaktiannnya luar biasa.

Sayangnya, lantaran parasnya itu, Baru Klinthing jadi bahan ejekan teman-teman sebayanya. Gara-gara acap jadi bulan-bulanan itulah, Baru Klinthing tak diterima keberadaannya di kampung. Ibu janda tua satu-satunya orang yang mau menerima keberadaan Baru Klinthing.

Singkat kata, Baru Klinthing mengadakan sayembara bagi seluruh warga kampung. Ia menancapkan sebatang lidi di tanah. "Siapa yang bisa mencabut lidi ini?" tantang Baru Klinthing.

Semua anak-anak yang mengejek dia mencoba mencabut lidi tersebut. Ternyata, tak ada yang bisa.

Lalu, orang dewasa pun mencoba peruntungan. Tetap saja, tak ada satu pun warga desa yang bisa mencabut sebatang lidi itu.

Baru Klinthing akhirnya turun tangan, mencabut lidi itu. Lidi tercabut disusul semburan air yang membuncah tak terkendali. Baru Klinthing berlari dan membunyikan kentongan. Ia bergerak cepat menuju lesung tempat ibu janda itu menanti.

Akhirnya, genangan air yang luas menenggelamkan seluruh desa berikut penghuninya. Hanya Baru Klinthing dan ibu janda sepuh yang selamat. Genangan air itu kemudian dikenal sebagai Rawa Pening atau rawa yang berair bening (pening:Bahasa Jawa).

Potongan cerita yang diambil dari tulisan blogger Dhanang DhaVe dari laman kompasiana.com serta catatan dari laman tribunnews.com sejatinya menjadi gambaran kondisi Rawa Pening beberapa waktu silam. "Sudah lama Rawa Pening dipenuhi eceng gondok," kata Produk Manajer di PT Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO)  Marco Jonathan Hidayat di sela-sela perhelatan Indonesia Green Award (IGA) 2017, Rabu (3/5/2017).   

KOMPAS/AMANDA PUTRI Nelayan mengendarai sampan di Danau Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (19/2/2013).

Pendangkalan
KOMPAS/AMANDA PUTRI Nelayan di Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

Pada kenyataannya, Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, boleh dikata tengah "sakit". Tulisan pada laman visitsemarang.com menunjukkan bahwa danau seluas 2.670 hektar itu mengalami pendangkalan lantaran eceng gondok, gulma yang terbilang gampang sekaligus cepat berkembang biak.

Satu batang eceng gondok di danau yang letaknya di kaki tiga gunung yakni Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran itu dalam waktu sebulan lebih bisa tumbuh mencapai satu meter persegi. Sudah barang tentu, kecepatan tumbuh seperti itu makin memperluas pendangkalan Rawa Pening.

Berbagai upaya pembersihan dan pelatihan pemanfaatan enceng gondok belum mampu mengurangi laju populasi tumbuhan ini. " Sekarang sekitar 80 persen Rawa Pening tertutup eceng gondok," Marco, anak ketiga Direktur Marketing SIDO, Irwan Hidayat.

Gara-gara eceng gondok itu, fungsi Rawa Pening untuk pengairan sawah, perikanan darat hingga pariwisata air kian tergerus. Kalau kondisi itu didiamkan, Rawa Pening bisa menjadi tinggal legenda, persis seperti dongeng Baru Klinthing.

Bertolak dari kenyataan itulah, Marco melanjutkan, sejak akhir 2016, pihaknya memang menginisiasi pemanfaatan eceng gondok sebagai energi terbarukan untuk bahan bakar dalam alur produksi SIDO.

Marco menerangkan, tanaman eceng gondok itu diambil dari Rawa Pening pada dua titik pengumpulan yakni di Sungai Tuntang dan Sumurup atau Banyu Biru. Eceng gondok ditampung di kawasan pabrik SIDO yang letaknya sekitar 5 kilometer dari Rawa Pening. Di situ, seluruh bagian eceng gondok mulai dari akar, batang, dan daun, dipotong menjadi bagian-bagian kecil untuk kemudian dikeringkan dengan proses mesin.

Selanjutnya, potongan-potongan eceng gondok dicetak dalam bentuk padatan menjadi pellet. Bentuk ini kemudian dijadikan briket sebagai bahan bakar untuk proses memasak bahan baku jamu. Kapasitas produksi bahan bakar alternatif ini menyentuh angka 2 ton per hari.

Sejatinya, selain eceng gondok, SIDO sejak lima tahun terakhir sudah memanfaatkan limbah pembuatan jamu sebagai bahan bakar pengolahan produksi. Pemanfaatan itu berkontribusi hingga separuh dari konsumsi bahan bakar. Sementara, separuhnya lagi adalah bahan bakar gas.

Melihat potensi eceng gondok itu, Marco mengaku optimistis jika energi terbarukan yang mampu memasuk sekitar 30 persen bahan bakar untuk proses produksi SIDO. "Namun, utamanya adalah kami ingin mengembalikan fungsi-fungsi Rawa Pening untuk pengairan, pariwisata bagi masyarakat," tuturnya.

Kelak, imbuh Marco, andaikan bisa kembali seperti semula, terbebas dari eceng gondok, Rawa Pening bisa menjadi pertimbangan sebagai lokasi shooting alias pengambilan gambar bagi iklan bertema pariwisata bagi produk-produk SIDO seperti sering dilakukan perusahaan yang berstatus perusahaan terbuka sejak 18 Desember 2013 ini.

Josephus Primus Produk Manajer di PT Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) Marco Jonathan Hidayat (kiri) dan Senior PR Manager SIDO Nanik R Sunarso (kanan) di sela-sela perhelatan Indonesia Green Award (IGA) 2017, Rabu (3/5/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com