Salah satu daya tarik dari taksi berbasis aplikasi adalah harganya yang lebih rendah dari taksi konvensional. Apakah rendahnya tarif adalah bukti dari predatory pricing sehingga harus dilarang dan ditetapkan sama tarifnya? Nanti dulu.
Secara umum taksi berbasis aplikasi memiliki struktur biaya yang lebih murah dari taksi konvensional. Taksi berbasis aplikasi tidak harus membeli tanah, membangun pool untuk mobil-mobilnya. Pegawai tetapnya jauh lebih sedikit sehingga pengeluaran rutin juga lebih kecil. Perawatan mobil dilakukan oleh pemilik dan bukan oleh perusahaan aplikasi.
Dari beberapa hal di atas saja, biaya yang dikeluarkan taksi berbasis aplikasi lebih kecil. Apakah mereka harus menetapkan tarif sama dengan taksi konvensional supaya untungnya tinggi dan tidak menjadi penghematan konsumen (consumer’s surplus)?
Komite Nobel Ekonomi menyatakan bahwa Jean Tirole mendapatkan hadiah Nobel Ekonomi tahun 2014 atas jasanya membuktikan secara ilmiah bahwa Price caps can provide dominant firms with strong motives to reduce costs – a good thing for society – but may also permit excessive profits – a bad thing for society (penetapan tarif minimum dapat memotivasi perusahaan dominan untuk mengurangi biaya – bermanfaat untuk masyarakat – tapi juga dapat melestarikan keuntungan perusahaan yang tinggi – yang merugikan masyarakat).
Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan rekomendasi supaya tidak ada penetapan tarif bawah karena biaya transportasi akan makin mahal dan masyarakat jadi menanggung inefisiensi operator taksi. (Baca: Taksi Online Vs Konvensional, Ini Tiga Rekomendasi KPPU ke Jokowi)
Salah satu prinsip pada transportation economics adalah ketika permintaan sedang meningkat sedangkan supply tetap, maka harga transportasi juga bertambah. Prinsip ini sudah lama diterapkan armada penerbangan biaya rendah (Low Cost Carrier) seperti AirAsia dan TigerAir. Kalau memesan tiket pesawat dua bulan atau lebih dari tanggal keberangkatan, maka harga akan sangat rendah, sebaliknya kalau baru membeli 2-3 hari sebelum hari H maka harga akan lebih tinggi.
Prinsip yang digunakan adalah willingness to pay (kemauan membayar) secara sukarela. Orang yang anggarannya ketat dan bisa memperkirakan waktu perjalanannya jauh-jauh hari akan disubdi silang dengan orang yang anggarannya lebih besar dan memerlukan fleksibilitas waktu sehingga beli tiketnya mepet mendekati berangkat.
Dengan menawarkan harga berbeda maka masyarakat diuntungkan. Yang tadinya tidak mau atau tidak mampu naik pesawat maka bisa membeli tiket dengan memajukan pembelian. Apakah maskapai merugi dengan skema ini? Tidak, karena ada subsidi silang. Apakah pembedaan harga tiket pesawat berdasarkan tingkat permintaan (dynamic pricing) harus dilarang? Jelas tidak. Logika serupa bisa diterapkan pada dynamic pricing pada taksi berbasis aplikasi.
Predatory pricing dan UMP
Tapi pada lain sisi, perlu ada pencegahan perusahaan berskala besar dengan modal tebal tidak memberi subsidi operasi besar-besaran untuk membangkrutkan (predatory pricing) dan tidak menekan pengemudi yang memiliki posisi tawar rendah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.