Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klakson "Telolet" dan Nostalgia Menhub di Yogyakarta

Kompas.com - 22/05/2017, 07:00 WIB
Achmad Fauzi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Om, telolet, om!" teriak Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi kepada para supir bus di Terminal Pulo Gebang di Jakarta, Minggu (21/5/2017). 

Wajah Menhub Budi Karya tampak bersinar gembira pada hari itu. Pasalnya, Menhub akhirnya dapat menggelar kontes klakson "telolet" yang sempat jadi viral di kalangan netizen dan mendunia. 

(Baca: Cerita Menhub yang Senang Naik Bus dengan Klakson "Telolet")

Pada Minggu tersebut, keinginan Menhub untuk membuat kontes klakson bus pun terwujud. Sebelumnya, fenomena klakson "telolet" sangat populer di Indonesiadi akhir 2016 lalu. Bahkan, salah satu bunyi klakson bus itu menjadi pusat perhatian dunia.

 

Namun, karena sifatnya membahayakan, Menhub Budi Karya kemudian melarang penggunaan klakson tersebut di jalan raya. 

(Baca: Menhub Minta Sopir Tidak Nyalakan Klakson "Telolet" di Jalan Raya)

Pelarangan Menhub tersebut disertai dengan janji untuk membuat sebuah kontes klakson bus. Maklum, Menhub Budi Karya ini sebenarnya juga penggemar bus dengan klakson "telolet". 

"Ceritanya saya dulu sering naik bus ke Yogyakarta, saya selalu cari yang telolet," ujar Menhub Budi Karya, yang memang dulu saat muda berkuliah di jurusan Arsitektur di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

 

Karena nostalgia tersebut, Menhub Budi Karya sangat gembira mengadakan kontes klakson "telolet" tersebut. Pria asal Palembang ini menghampiri sekaligus menyalami satu-persatu peserta kontes klakson bus ini.

Dia juga meneriakan "Om, telolet, om!" kepada semua peserta.

Dalam kontes ini, terdapat 22 bus dari sejumlah perusahaan otobus yang mengikuti kontes klakson "telolet".

Perusahaan otobus tersebut yakni Sinar Jaya, Primajasa, Efisiensi Putra, Haryanto, dan Santika. Selama dua hari 22 bus tersebut akan saling berlomba mempersuarakan suara klakson.

Tidak hanya suara klakson saja yang menjadi penilaian. Tetapi, juga terdapat dua tahap penilaian juri dalam kontes ini.

Pertama, penilaian teknis kendaraan meliputi surat-surat kendaraan dan fisik kendaraan. Kedua, penilaian kreatif dan kekompakan peserta. Jurinya sendiri nantinya adalah petugas dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). 

Sehingga, bus harus memiliki surat yang lengkap, fisik tidak keropos, dan kreatifitas peserta memodifikasi klakson "telolet" untuk memenangkan kontes tersebut.

Menhub Budi Karya yang bergembira pun berharap, dengan adanya kontes klakson "telolet" ini, bus sebagai salah satu sarana transportasi tidak ditinggalkan oleh masyarakat.

"Ada suatu misi lain. Bus ini angkutan luar biasa. Bisa sampai depan rumah, oleh karenanya kami kampanyekan juga untuk menggunakan bus. Apalagi dengan klakson "telolet", pungkasnya. 

(Baca: Klakson "Telolet" Mulai Sepi Peminat)

Kompas TV Tahu bulat, Om Telolet Om, fenomena-fenomena yang "meledak" di tahun 2016 ini tak kalah meledak di pasar games milik Google Play.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com