Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/05/2017, 15:17 WIB
Mikhael Gewati

Penulis


KOMPAS.com
– Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam termasuk minyak dan gas bumi (migas). Ya, kalimat itu dahulu sering kali terdengar, mulai dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Benarkah demikian?

Pada medio 1970-1990 Indonesia memang pernah berjaya di industri migas. Menurut riset Reforminer Institute, pada masa itu sektor migas memberikan sumbangan besar terhadap penerimaan negari yaitu 62,88 persen.

Saat itu tercatat nilai ekspor migas Indonesia mencapai 20,66 miliar dollar AS. Kondisi tersebut wajar terjadi, mengingat pada periode tersebut Republik ini mampu memproduksi minyak 1,3 - 1,6 juta barrel perhari.

Lain dulu, lain sekarang. Industri migas dalam negeri justru merosot perlahan-lahan. Bahkan sejak 2004, Indonesia telah menjadi net importer minyak.

Kini, produksi minyak mentah dalam negeri pada 2016 hanya berkisar di angka 800 ribu barrel per hari. Sementara itu, nilai ekspor migasnya di tahun lalu hanya sebesar 13,10 miliar dollar AS.

Apakah fakta tersebut menandakan bahwa kini Indonesia bukanlah lagi negeri yang kaya migas?

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hampir 70 persen cadangan migas di tanah air berada di laut dalam wilayah Indonesia Timur. Artinya, tren eksplorasi migas ke depan mengarah ke laut lepas atau offshore yang membutuhkan biaya tinggi dan risiko kegagalan tinggi.

Iklim investasi migas Indonesia kurang kompetitif

Ada beberapa faktor yang membuat negeri ini sudah tak berjaya lagi di industri hulu migas, salah satunya adalah iklim investasi migas yang kurang menarik.

Survei Policy Percepion Index pada 2016 yang digagas Fraser Institute menyatakan bahwa iklim investasi migas di Indonesia kalah kompetitif dibandingkan negara-negara di Asean.

Menurut riset itu posisi Indonesia ada di ranking ke-79. Kalah jauh dari Brunei Darussalam yang ada di peringkat ke-31, Vietnam (38), Malaysia (41), Thailand (42), Filipina (52), Myanmar (67), dan Kamboja (72).

Dok SKK Migas Kilang minyak di Natuna, Indonesia.

Fraser Institute menilai setiap negara berdasarkan beberapa komponen. Di antaranya yaitu pajak yang tinggi, beban dari kewajiban regulasi, ketidakpastian regulasi lingkungan, peraturan industri hulu migas, dan kekhawatiran terkait stabilitas politik dan keamananan.

Tidak kompetitifnya Indonesia diakui Ketua Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Christina Verchere. Kata dia, dalam lima tahun terakhir berinvestasi migas di Republik ini semakin sulit karena peraturan yang makin banyak.

"Kami mencoba untuk terus berdialog dengan pemerintah. Akan tetapi perubahan itu tetap harus di mulai dari atas atau pimpinan," ungkap Christina pada acara diskusi The 41st IPA Convention & Exhibition, Rabu (17/05/2017), di Jakarta.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan (SKK) Migas, saat ini ada ratusan lebih perizinan di industri hulu migas. Izin tersebut tersebar di 19 instansi kementerian atau lembaga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com