Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Utak-atik Utang dan Pajak Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 07/06/2017, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Utang pemerintah pusat per akhir April 2017 mencapai Rp 3.667,41 triliun. Rinciannya Rp 2.014,03 triliun dalam denominasi rupiah dan Rp 766,58 triliun dalam valuta asing (valas).

Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, atau dalam kurun 2015 sampai saat ini, pemerintah pusat telah menambah utang baru senilai Rp Rp 1.058,63 triliun.

Penambahan utang selama kurang lebih 2,5 tahun pemerintahan Jokowi tersebut sudah lebih besar dibandingkan penambahan utang periode 2010 – 2014 yang sebesar Rp 932 triliun.

Lantas apakah itu berarti pemerintahan Jokowi lebih gemar berutang dibandingkan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya?

Secara nominal, memang betul jika dikatakan pemerintah saat ini paling banyak berutang. Namun, utang pemerintah sebuah negara tidak hanya dilihat dari nominalnya semata, tetapi juga dari rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) negara bersangkutan.

Penggunaan angka rasio utang terhadap PDB dinilai lebih fair untuk menilai bagaimana pemerintah mengelola utangnya. Angka rasio inilah yang juga menjadi konsensus internasional untuk melihat sehat tidaknya pengelolaan utang suatu negara.

Dilihat dari rasionya terhadap PDB, angka utang pemerintah pada akhir 2016 berada di level 27,7 persen. Angka ini memang meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun tidak terlampau signifikan. Pada tahun 2010, rasio utang terhadap PDB sebesar 24,4 persen.

Angka rasio utang sebesar 27,7 persen terbilang masih jauh di bawah batas rasio maksimal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara, yakni sebesar 60 persen.

Bahkan, konsensus global menyebutkan, rasio utang di bawah 30 persen tergolong sehat sepanjang utang digunakan untuk mendorong perekonomian dan pengelolaannya dilakukan secara kredibel.

Dibandingkan negara-negara lain yang perekonomiannya setara, rasio utang Indonesia juga lebih rendah. Turki misalnya memiliki rasio utang 31,7 persen pada akhir 2016. Pada periode yang sama rasio utang Thailand mencapai 43,6 persen, Malaysia 56,6 persen, dan Brazil 78,3 persen.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+