Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejahatan Siber Perbankan Masih Marak, Masyarakat Harus Waspada

Kompas.com - 11/06/2017, 04:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Komputer Forensik dari Universitas Gunadarma Ruby Alamsyah menyebutkan bahwa kejahatan siber yang mengincar dana nasabah di perbankan masih marak dilakukan tahun ini. Bahkan, pelaku ditengarai semakin pintar dalam mengeruk dana nasabah.

Hal itu disampaikan Ruby dalam seminar bertajuk "Indonesia dan Ancaman Siber yang Merajalela" di Kampus Universitas Gunadarma, Jakarta, Sabtu (10/6/2017).

"Ada peningkatan modus, maksudnya modusnya diubah sedikit," ucap Ruby melalui keterangannya. Rata-rata jumlah dana yang diambil oleh pelaku kejahatan sekitar Rp 100 juta per hari.

Menurut Ruby, pelaku kejahatan siber semakin memahami keamanan di perbankan yang diatur oleh regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia (BI). Pelaku kejahatan siber perbankan ini merupakan orang asing yang rata-rata berasal dari Rusia.

"Ini background-nya Rusia, dari 2009-2010 peretas atau hacker Rusia selalu menargetkan negara berkembang," kata Ruby.

Ia menjelaskan, teknis pengambilan dana nasabah dilakukan melalui internet banking. Pelaku telah memantau rutinitas transaksi dari pemilik rekening, kemudian saat nasabah melakukan transaksi tujuan pengiriman dan jumlah transaksi akan diubah oleh pelaku.

Untuk mengatasi hal ini, Ruby sendiri telah melakukan diskusi dengan BI dan OJK. Namun, keduanya tidak dapat melakukan tindakan lebih selain membuat sistem yang aman bagi nasabah.

Lebih Gawat Dibanding Ransomware WannaCry

Kasus ransomware WannaCry memang sempat bikin heboh. Namun dari sisi nilai kerugian, ternyata ada kasus siber lain yang jauh lebih menakutkan dan korbannya mayoritas ibu-ibu muda.

Kasus kejahatan dengan target ibu-ibu muda ini merupakan penipuan komplotan penjahat siber yang berpura-pura memiliki paras tampan. Umumnya, mereka merayu perempuan berumur 25-35 tahun hingga melakukan video call.

Dalam video call tersebut, tak jarang perempuan akan dirayu hingga mau membuka sebagian aurat dan memperlihatkan kepada pelaku. Hal itu akan direkam sebagai alat pemerasan untuk sang korban.

Menurut Ruby, kejahatan ini bahkan menguras dana korban hingga ratusan miliar. Dalam setahun, ia mencatat setidaknya total dana yang dikeluarkan korban mencapai Rp 500 miliar per tahun. Sementara tebusan ransomware WannaCry hanya sekitar Rp 600 juta per tahun.

"Kejahatan siber jenis ini banyak yang tidak melaporkan, karena mungkin malu jika ketahuan dengan kolega," jelasnya.

Sementara pakar hukum teknologi informasi dari Universitas Gunadarma, Edmon Makarim, menilai kejahatan dunia maya bukan dilakukan penggunanya. Namun seorang yang membuat program software dan hardware yang harus bertanggung jawab.

"Kejahatan siber yang menjadi penjahat bukan pengguna, tapi yang bikin program, WannaCry gara-gara apa, ini tidak ada manusia yang sempurna membuat program. Tapi kalau ini program jelek tapi digunakan, bisa dibilang sarana kejahatan, turut serta," katanya.

Diskusi tentang isu siber ini merupakan inisiatif dari Universitas Gunadarma untuk mengedukasi pengguna dan mengantisipasi kejahatan siber yang belakangan kian merajalela.

"Kami melaksanakan seminar ini dalam rangka antisipasi dan edukasi kepada pengguna terkait dengan isu-isu siber yang terjadi saat ini," pungkas ketua panitia Muhammad Akbar Marwan.

(Baca: DPR Minta Pemerintah Antisipasi Serangan Siber "Ramsomware WannaCry")

Kompas TV Virus Ransomware Wannacry kini tengah membuat dunia maya heboh, termasuk Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com